Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) yang akan dilakukan tahun ini tidak akan berdampak pada kemampuan penyaluran kredit perbankan dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) untuk pembiayaan APBN.
Pada konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) hari ini, Rabu (2/2/2022), Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan bahwa likuiditas di perbankan hingga saat ini masih sangat besar. Dia menyebut Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) saat ini sebesar 35 persen.
"Likuiditas di perbankan sangat besar. Alat likuid per DPK itu 35 persen. Jadi, sekali lagi alat likuid itu sangat melimpah," tegasnya pada acara tersebut, dikutip dari YouTube Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, Rabu (2/2/2022).
Sebelum pandemi Covid-19, Perry mengatakan rasio alat likuid per DPK terbesar justru masih lebih rendah dari rasio saat pandemi. Dia menyebut rasio AL/DPK terbesar pada sebelum pandemi Covid-19 hanya menyentuh 21 persen.
Oleh sebab itu, Perry menegaskan bahwa kebijakan kenaikan GWM secara bertahap di tahun ini tidak akan mengganggu penyaluran kredit perbankan. Seperti diketahui, BI mencatat pertumbuhan kredit tahun lalu mencapai 5,24 persen (yoy).
Adapun, kenaikan GWM direncakan dilakukan secara bertahap untuk bank umum konvensional (BUK), bank umum syariah (BUS), dan unit usaha syariah (UUS).
Perry menyampaikan bahwa kenaikan GWM akan dilakukan mulai 1 Maret 2022 sebesar 150 bps. Lalu, kenaikan GWM dilanjutkan sebesar 100 bps pada 1 Juni 2022, dan 50 bps pada 1 September 2022.
"Itu alat likuid [per DPK] akan turun. Tapi, 35 persen ke 30 persen. Alat likuid akhir tahun kita perkirakan menjadi 30 persen. Itu masih juga lebih tinggi dari [rasio] tertinggi sebelum Covid-19. Tolong dipahami kenaikan GWM tidak akan membuat likuditas perbankan itu [semakin semput], bahkan masih berlebih," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel