Menteri Pertambangan Era Habibie Minta Pemerintah Pikirkan Dampak Pensiun Dini PLTU

Bisnis.com,07 Feb 2022, 14:31 WIB
Penulis: Newswire
PLTU Jawa 8/ Istimewa - PLN

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Pertambangan Kabinet Reformasi Pembangunan periode 1998–1999 Kuntoro Mangkusubroto meminta pemerintah mencermati dampak ekonomi dari kebijakan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

“Kita memutuskan bahwa PLTU dipensiunkan secara dini atau dipensiunkan secara normal, efek sampingnya adalah kemiskinan,” ujarnya dalam seminar transisi energi dan sumber daya mineral, Senin (7/2/2022).

Kuntoro mengatakan bahwa saat ini ada jutaan orang yang terlibat dalam industri pertambangan batu bara, termasuk vendor, pemasok, hingga pendukung industri tersebut. Jutaan orang itu pun akan terdampak langsung dari kebijakan pensiun dini PLTU.

Menurutnya, jutaan pekerja tersebut terancam kemiskinan karena keahliannya tidak sesuai dengan permintaan pasar saat pensiun dini PLTU dilakukan.

“Ini juga perlu kita hindari dan cermati,” ujarnya.

Menurutnya, saat ini belum seluruh rakyat Indonesia menikmati aliran listrik, tetapi sumber listriknya terancam hilang, karena PLTU dan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) tidak berjalan. Di sisi lain, kesiapan energi baru terbarukan (EBT) belum maksimal untuk memasok listrik ke masyarakat.

“Ini kita sebut just process dalam pengenalan EBT. Jadi, kita perlu melihat ini secara komprehensif,” ucapnya.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, total kapasitas pembangkit listrik di Indonesia saat ini mencapai 73,7 gigawatt (GW), dan hampir separuhnya didominasi oleh pembangkit berbahan bakar batu bara, dengan porsi sebesar 36,9 GW.

Dalam upaya mencapai target penurunan emisi karbon, Indonesia berkomitmen untuk menghentikan PLTU secara bertahap.

Mulai 2026 hingga 2030, Indonesia menyatakan secara tegas tidak ada tambahan proyek baru PLTU, dan hanya akan menyelesaikan proyek yang sedang dibangun, serta proyek yang sudah menandatangani kontrak sebelumnya.

Selanjutnya, pada 2036 sampai dengan 2040 akan menjadi tahap kedua penghentian PLTU, termasuk subcritical, critical, dan sebagian supercritical.

Adapun, selama 2051 hingga 2060 akan menjadi periode terakhir untuk penghentian PLTU dan mengembangkan hidrogen untuk listrik secara besar-besaran.

Dalam percepatan penambahan pembangkit sebesar 40,6 gigawatt selama satu dekade ke depan, pemerintah akan membuka peran perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk pengembangan pembangkit berbasis EBT.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Lili Sunardi
Terkini