Eks Direksi Bumiputera Tulis Surat Terbuka kepada OJK, Ini Isinya

Bisnis.com,11 Feb 2022, 22:00 WIB
Penulis: Denis Riantiza Meilanova
Pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumiputera 1912 melakukan aksi damai di Wisma Bumiputera, Jakarta pada Rabu (21/10/2020). /Dok. Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Mantan Direktur SDM dan Umum AJB Bumiputera 1912 periode 2016-2018, Ana Mustamin melayangkan surat terbuka untuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Surat terbuka tersebut menanggapi pernyataan Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi mengenai AJB Bumiputera pada rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (2/2/2022).

Melalui surat tersebut, Ana mengungkapkan dinamika penyelesaian sengkarut yang menimpa Bumiputera. Ia mengawali dengan mengungkapkan bahwa dirinya baru sebulan lebih dinyatakan definitif sebagai direktur ketika dinonaktifkan karena OJK menurunkan pengelola statuter di Bumiputera. Peristiwa penonaktifan itu terjadi 5 tahun silam, tepatnya 21 Oktober 2016.  

"Saya masih mengingat dengan baik bagaimana OJK mengirim konsultan ke Bumiputera sebelum pengelola statuter diturunkan. Tidak tanggung-tanggung, sebuah konsorsium konsultan yang dipimpin Paribas International. Di dalamnya ada konsultan hukum, konsultan aktuaria, konsultan pemasaran, konsultan SDM, konsultan properti, dan konsultan komunikasi. Semua konsultan papan atas, yang kami tahu honornya gila-gilaan, melibatkan personel dari tiga negara di luar Indonesia. Tapi kami menyambut baik, demi sebuah rencana besar bernama restrukturisasi dan transformasi. Apalagi konsultan ini diterjunkan langsung OJK," ujar Ana dalam surat terbuka yang diterima Bisnis, Jumat (11/2/2022).

Menurut penuturannya, mula-mula konsultan tersebut memaparkan skema right issue yang merupakan barang baru bagi Bumiputera. Hal ini mengingat Bumiputera merupakan perusahaan mutual atau usaha bersama, bukan perseroan terbatas (PT), yang tidak memiliki mekanisme penambahan modal. Namun, kala itu, manajemen mengikuti skema yang ditawarkan konsultan karena kurangnya pengetahuan dan juga dijanjikan dana Rp30 triliun dari proses tersebut.

Manajemen hanya mengingatkan bahwa apapun skema yang ditempuh, Anggaran Dasar Bumiputera jangan dilanggar dan semua harus sepengetahuan dan seizin Badan Perwakilan Anggota (BPA) sebagai lembaga tertinggi perusahaan. BPA saat itu, lanjutnya, menyampaikan agar bentuk badan usaha mutual jangan dihilangkan, restrukturisasi harus berjalan transparan, karyawan dan pemegang polis jangan dirugikan. Tetapi menurut Ana, konsultan tampaknya tidak terlalu peduli dengan pesan BPA itu.

"Target mereka memang demutualisasi, mengubah bentuk badan usaha dari mutual atau usaha bersama menjadi perseroan terbatas, dan dalam proses ini mereka mengabaikan Anggaran Dasar," katanya.

"Right issue ternyata gagal. Ia kuncup sebelum mekar. Entah apa sebabnya. Muncul skema lain, direct investment. Lalu menyusul KSO [Kerja Sama Operasional], lalu entah apa lagi. Yang saya ingat adalah, setiap kali meeting koordinasi dengan konsultan, skema berubah dan berubah. Entah rencana apa lagi berikutnya, hanya konsultan dan Tuhan yang tahu. Sampai suatu ketika kami direksi diminta menandatangani MoU tentang pengalihan pengelolaan aset Bumiputera ke ‘investor’. Saya tentu saja menolak membubuhkan paraf, karena tanpa sepersetujuan BPA," lanjutnya.

Kemudian, OJK akhirnya menjatuhkan sanksi statuter, yang menurut Ana, mungkin karena direksi dinilai tidak kooperatif atau mungkin juga telah direncanakan sejak lama. Ia mengingat seluruh anggota direksi dan komisaris dinonaktifkan. Posisi dirut saat itu kosong karena sudah diberhentikan BPA. Dari situ babak baru Bumiputera dimulai.

"Pengelola statuter mulai memegang kendali di Bumiputera. Saya mendengar, hanya sehari setelah saya nonaktif, aset-aset properti telah berpindah tangan ke 'investor’ [kelak aset ini bisa ditarik kembali pascapemberlakuan statuter]," katanya.

Lebih lanjut, ia menyebut selama 2 tahun di Bumiputera, pengelola statuter telah menghentikan operasional bisnis Bumiputera dan memberhentikan 1.000 lebih karyawan yang terdiri atas kepala wilayah dan kepala cabang se-Indonesia dengan skema golden shakehand dan memindahkannya ke PT Bumiputera Life atau yang kelak berubah nama menjadi PT Bhinneka Life.

"Kami yang mengamati dari luar hanya bisa terhenyak. Tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa, karena OJK mengancam sanksi pidana bagi siapapun yang mencoba menghalangi kerja pengelola statuter," ujar Ana.

"Kami besar di perusahan mutual, dan tahu di mana titik kritis operasional perusahaan rakyat ini. Premi income Bumiputera rata-rata 5 triliun per tahun. Dengan perusahaan di run-off, ujung tombaknya diserahkan ke pihak lain, sistemnya dipreteli, produknya dikloning, Bumiputera kehilangan potensi penghasilan sebesar 10 triliun selama 2 tahun. Dalam pikiran kami, sebentar lagi Bumiputera akan kesulitan likuiditas karena produksi baru terhenti, aset masih sebagian besar nonlikuid [aset properti], dan itu berarti akan terjadi ‘bencana’ klaim," imbuhnya.

Ana mengatakan, ramalannya tepat. Bumiputera nyungsep di tangan pengelola statuter. Klaim mulai tersendat, beberapa petugas Bumiputera di garda terdepan mengalami persekusi dari pemegang polis yang kesal karena klaimnya tak terbayar. Ketika OJK menarik pengelola statuter dari Bumiputera, dia menyebut pengelola statuter tidak memberikan pertanggungjawaban secara terbuka kepada BPA.

Dia juga menyoroti pernyataan Riswinandi di rapat kerja DPR yang menyebut Bumiputera sudah bermasalah sejak 25 tahun lalu. Menurutnya, kesehatan keuangan Bumiputera tidak bisa diukur menggunakan ukuran-ukuran risk based capital (RBC) karena perusahaan tidak memiliki mekanisme penambahan modal. Dengan diterapkannya RBC, perbaikan secara gradual tidak lagi bisa dilakukan. Peraturan ini memaksa Bumiputera masuk ke sistem yang tidak kompatibel dengan kondisi perusahaan mutual.

Dia juga mengklaim bahwa manajemen Bumiputera sudah lama meminta pemerintah agar menerbitkan Undang-undang Mutual karena regulasi ini dinilai paling adil jika ingin memberlakukan prinsip 'sharing the pain, sharing the gain' (kerugian dan keuntungan dibagi rata ke pemegang polis) dari perusahaan mutual agar manajemen tidak dituding memberlakukan keputusan sepihak yang hanya menguntungkan perusahaan.

Di akhir surat, ia juga mempertanyakan kemungkinan rencana likuidasi terhadap Bumiputera.

"Apakah Anda akan benar-benar melikuidasi perusahaan yang didirikan oleh tokoh pergerakan bangsa ini? Apakah Anda benar-benar akan melupakan sejarah bahwa perusahaan inilah yang berperan memperkenalkan asuransi pada masyarakat Indonesia?" tuturnya.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi mengungkapkan bahwa OJK tidak dapat melakukan tindakan tegas terhadap AJB Bumiputera lantaran perusahaan tersebut merupakan perusahaan mutual, di mana pemengang polis merupakan pemegang saham.

"Kami sangat hati-hati. Jangan sampai kalau OJK mengambil satu keputusan masuk pemegang statuter, itu semua urusan kembali ke OJK. Begitu kembali ke OJK ini akan menjadi beban pemerintah ujungnya karena dianggap OJK yang melakukan pengambilan keputusan," katanya dalam raker dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (2/2/2022).

Oleh karena itu, kata Riswinandi, OJK hanya bisa menekan perusahaan untuk melakukan penyelesaian dengan mengikuti anggaran dasar perusahaan. Dalam anggaran dasar perusahaan telah diatur bahwa kerugian perusahaan menjadi beban bersama dan keuntungan juga dapat dibagi bersama. Namun, menurutnya, perusahaan tidak mau menjalankan anggaran dasar tersebut.

"Jadi sekarang ini memang saya rasa, nanti mohon dukungan juga [Komisi XI], kami akan ambil tindakan. Sudah tidak bisa diapa-apain karena secara aset yang bernilai itu properti ada Rp6 triliun, defisit sudah Rp21,9 triliun, utang klaim yang belum dibayar itu jumlahnya Rp8 triliun," tuturnya.

Adapun, Bisnis juga telah berupaya meminta tanggapan kepada Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi dan Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot terkait surat terbuka Ana Mustamin, melalui WhatsApp. Namun, pesan Bisnis belum dibaca hingga berita ini diterbitkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Azizah Nur Alfi
Terkini