Bisnis.com, JAKARTA — Sejak adanya pandemi Covid-19, sistem pembayaran di Indonesia telah bergeser ke arah digital.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan pandemi Covid-19 telah membawa sudut yang berbeda dan telah menimbulkan konsekuensi bagi perbankan.
“Pandemi sebenarnya bisa membawa sudut pandang yang berbeda karena kecepatan adopsi transaksi digital yang meledak dalam dua tahun terakhir,” kata Tiko dalam acara bertajuk Casual Talks on Digital Payment Innovation of Banking secara virtual, Senin (14/2/2022).
Tiko menuturkan, sistem pembayaran digital juga membuat perbankan harus mengevaluasi keberadaan mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) hingga Electronic Data Capture (EDC). Pasalnya, menurut Tiko, terdapat dua tantangan untuk perbankan.
“Untuk bank sekarang ada dua tantangan. Pertama, bagaimana perbankan bisa meninggalkan model lama. Misalnya, ATM, bagaimana kita melihat ATM ke depan? Apakah ATM masih relevan di masa depan?” tuturnya.
Tiko mempertanyakan adanya kemungkinan di masa depan masyarakat tidak lagi melakukan transaksi tunai di area publik.
Kemudian tantangan kedua, bagaimana perbankan juga perlu mengevaluasi bisnis acquiring. Pasalnya, hampir semua perbankan menggunakan POS atau EDC di berbagai merchant untuk menerima pembayaran melalui kartu debit atau kartu kredit.
Tiko menilai bahwa kondisi saat ini sangat berbeda dengan situasi pada lima tahun silam. Saat itu, masyarakat hanya memiliki tiga pilihan pembayaran, yakni melalui transfer langsung, kartu debit, dan kartu kredit.
Namun, sejak sistem pembayaran beralih ke digital, kini masyarakat memiliki banyak pilihan, mulai dari e-wallet, aplikasi digital, dan lain sebagainya.
“Customer sekarang sebenarnya yang paling diuntungkan dari perubahan karena customer memiliki banyak cara pembayaran yang berbeda,” terangnya.
Menurutnya, kini perilaku masyarakat mulai berubah. Untuk itu, perbankan memiliki dua tantangan yang ia sebutkan.
“Bagi pelanggan, mereka sebenarnya tahu mana yang paling mudah dan paling murah untuk mereka gunakan. Beda segmen, maka beda preferensi,” pungkasnya.
Pernyataan tersebut didukung dengan transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debit, kartu kredit tumbuh jauh lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan uang elektronik maupun Quick Response Code Indonesia Standard atau QRIS.
Bank Indonesia mencatat, per Januari 2022, nilai transaksi uang elektronik tumbuh 66,65 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) atau mencapai Rp34,6 triliun. Adapun, nilai transaksi perbankan digital banking meningkat 62,82 persen yoy menjadi Rp4.314,3 triliun.
Sejalan dengan akseptasi masyarakat, transaksi QRIS juga bernasib sama, baik secara nominal maupun secara volume, yang masing-masing meningkat 290 persen yoy dan 326 persen yoy.
Sementara itu, nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debit, kartu kredit tumbuh sebesar 14,39 persen yoy menjadi Rp711,2 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel