BI Beberkan Strategi Hadapi Tapering Negara Maju di Forum G20

Bisnis.com,16 Feb 2022, 14:36 WIB
Penulis: Maria Elena
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Normalisasi kebijakan moneter atau tapering oleh negara-negara maju masih menjadi risiko dalam mendorong pertumbuhan ekonomi global, terutama negara berkembang pada tahun ini.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan untuk menghadapi situasi ini, negara berkembang perlu memastikan normalisasi kebijakan masih dapat dikelola dengan baik dan mendukung stabilitas domestik serta pemulihan ekonomi.

“Negara berkembang perlu memperkuat stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan respons kebijakan moneter yang bersifat pre-emptive, pengelolaan arus modal, serta cadangan devisa yang memadai,” katanya dalam Seminar ‘Managing Risk of the Exit Policy Dynamic through More Diversified Currency to Support Global Trade and Investment’, Rabu (16/2/2022).

Oleh karena itu, pemerintah mendorong pembahasan perumusan normalisasi kebijakan baik moneter maupun fiskal sebagai prioritas utama dalam Presidensi G20 Finance Track. Perry optimistis, kondisi ekonomi Indonesia saat ini lebih siap menghadapi dampak dari normalisasi kebijakan di negara maju.

Pada tahun ini, BI memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh pada kisaran 4,7 persen - 5,5 persen. Pertumbuhan ini pun didukung oleh tingkat inflasi yang diperkirakan masih terkendali dalam sasaran 2 persen - 4 persen, serta defisit transaksi berjalan yang diperkirakan tetap rendah.

"BI menyiapkan 5 bauran kebijakan tahun ini, di mana kebijakan moneter akan diarahkan untuk mendukung stabilitas," ujar Perry. 

Sementara itu, empat kebijakan lainnya, yaitu kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta inklusi ekonomi dan keuangan, akan diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Sebagai langkah menahan spillover global, Perry menyampaikan, BII akan terus melakukan langkah stabilisasi, terutama pada nilai tukar rupiah, baik berdasarkan mekanisme pasar dan fundamentalnya.

“Berkoordinasi dengan baik dengan Menteri Keuangan, bagaimana kami perlu fleksibel dalam imbal hasil obligasi dan nilai tukar untuk memitigasi risiko dari spillover global,” imbuhnya.

Dia menegaskan, suku bunga acuan akan tetap dijaga rendah pada tingkat 3,5 persen hingga ada tanda-tanda kenaikan inflasi secara fundamental.

Sementara itu, BI akan mulai mengurangi kelebihan likuiditas d perbankan secara bertahap, namun dengan tetap memastikan penyaluran kredit tidak akan terganggu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini