Bisnis.com, JAKARTA -- Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek Anggoro Eko Cahyo mengklaim likuiditas dana jaminan hari tua (JHT) mencukupi untuk membayarkan klaim-klaim yang ada.
Hal ini menepis berkembangnya isu yang menyebut bahwa terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 karena BPJS Ketenagakerjaan tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar klaim JHT peserta.
Anggoro mengungkapkan, dana kelolaan program JHT mencapai senilai Rp372,5 triliun sampai dengan 2021. Dari dana kelolaan tersebut, hasil investasi yang dibukukan oleh BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp24 triliun sepanjang 2021.
Sementara itu, iuran JHT yang diterima oleh BPJS Ketenagakerjaan di 2021 mencapai Rp51 triliun, sedangkan pembayaran klaimnya mencapai Rp37 triliun.
"Kalau kita lihat angka-angka tersebut, maka bisa dilihat sebagian besar klaim yang kami bayarkan itu berasal dari hasil investasi, yang artinya dana JHT Rp372,5 triliun itu dapat berkembang dengan baik dan tidak terganggu dengan adanya pembayaran klaim," ujar Anggoro dalam sebuah webinar Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Rabu (16/2/2022).
Adapun, dana JHT senilai Rp372,5 triliun tersebut ditempatkan pada sejumlah instrumen investasi untuk dikembangkan. Mayoritas dana tersebut ditempatkan pada instrumen investasi obligasi dan surat berharga yang mencapai 65 persen dari total dana kelolaan, di mana 92 persen penempatan dana di surat berharga merupakan surat utang negara.
Kemudian, sebesar 15 persen dari dana kelolaan JHT ditempatkan di deposito dan lebih dari 90 persen penempatan di deposito merupakan bank-bank Himbara dan Bank Pembangunan Daerah.
Lalu, 12,5 persen dari total dana JHT ditempatkan di instrumen investasi saham. Anggoro menuturkan, dana dialokasikan pada saham-saham blue chip yang masuk dalam indeks LQ45. Artinya, dana JHT ditempatkan pada saham-saham unggulan dan memiliki fundamental yang kuat.
Sebagian lainnya, Anggoro menyebut sebesar 7 persen dari dana JHT ditempatkan pada instrumen reksadana yang juga berisikan saham-saham blue chip dan LQ45. Sisanya sebesar 0,5 persen dana JHT ditempatkan pada penyertaan dan properti.
"Kalau seperti itu dapat dikatakan bahwa penempatan dana JHT itu dapat dikatakan aman karena ditempatkan di instrumen-instrumen investasi yang terukur risikonya dan likuid karena 15 persen di deposito," kata Anggoro.
"Jadi klaim itu jumlahnya tidak seperti yang dibayangkan. Kami memiliki likuiditas yang cukup," imbuhnya.
Diketahui, pemerintah baru-baru ini mengubah tata cara pencairan JHT melalui penerbitan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Permenaker tersebut menetapkan pembayaran manfaat JHT diberikan saat usia peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 56 tahun, termasuk bagi pekerja yang mengundurkan diri dan terkena PHK.
Aturan ini menggantikan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 yang memungkinkan manfaat JHT dapat dicairkan secara tunai dan sekaligus setelah masa tunggu 1 bulan sejak tanggal pengunduran diri atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel