Soal Revisi Aturan JHT, BPJS Watch: Masa Transisi Diperpanjang

Bisnis.com,23 Feb 2022, 17:40 WIB
Penulis: Denis Riantiza Meilanova
Koordinator advokasi BPJS Watch Timboel Siregar berbicara pada seminar Perbandingan Jaminan Kesehatan Nasional dengan Cakupan Semesta di Negara Asia di Jakarta, Senin (18/9)./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA -- Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai revisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 yang paling memungkinkan adalah revisi terkait penerapan waktu pemberlakuannya.

Timboel mengatakan, revisi substansi Permenaker terkait ketentuan baru pencairan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) tersebut dapat berpotensi menyalahi aturan bila dilakukan tanpa mengamandemen Pasal 35 dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).

"Kalau memang perintahnya revisi, Pasal 35 dan 37 UU SJSN harus direvisi, Presiden berani tidak? Kalau memang tidak diubah, yang paling feasible direvisi itu masa waktu penerapan di Pasal 14 dan 15 Permenaker Nomor 2 Tahun 2022," ujar Timboel kepada Bisnis, Rabu (23/2/2022).

Mengacu Pasal 35 dan 37 UU SJSN, JHT memang ditujukan untuk menjamin kesejahteraan peserta yang memasuki masa pensiun, mengalami cacat total, dan meninggal dunia. Jaminan bagi pekerja yang terkena PHK tidak termasuk di dalamnya. Manfaat JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 tahun.

Menurutnya, revisi masa berlakunya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 akan memberikan waktu yang lebih panjang bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Misalnya, masa berlaku Permenaker tersebut diubah dari 3 bulan menjadi 1-2 tahun sejak tanggal diundangkan.

Dalam masa transisi pemberlakuan ketentuan baru tersebut, pekerja masih diberi kesempatan untuk dapat mengakses manfaat JHT sesuai Permenaker Nomor 19 Tahun 2015, sembari pemerintah juga menyosialisasikan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai bantalan alternatif bagi pekerja yang mengalami PHK.

Revisi masa berlaku, kata Timboel, juga dapat memberikan waktu yang lebih panjang bagi pemerintah untuk melakukan diskusi dengan pekerja dan pengusaha.

"Kalaupun ada semangat revisi substansi, paling tidak ada waktu yang cukup lama untuk bicara dengan pengusaha, pekerja. Kalau revisi substansi cepet-cepet, sudah sepakat, nanti didemo lagi," kata Timboel.

"Serikat pekerja, pemerintah, pengusaha bicara arahnya mau dibawa ke mana. Misalnya, kembali ke era UU Jamsostek No. 3 Tahun 1992, maka pemerintah revisi Pasal 35 dan 37 UU SJSN, kasih ruang dalam masa kepesertaan tertentu JHT bisa diambil," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Azizah Nur Alfi
Terkini