Perang Rusia-Ukraina, Gapki Alihkan Ekspor CPO ke Amerika Selatan

Bisnis.com,25 Feb 2022, 20:46 WIB
Penulis: Nyoman Ary Wahyudi
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono memastikan kinerja ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) tidak terganggu di tengah perang Rusia-Ukraina.

Eddy mengatakan asosiasinya sudah membidik Amerika Selatan sebagai pasar alternatif untuk mengalihkan kuota ekspor dari kawasan konflik tersebut. 

“Seharusnya tidak terlalu mempengaruhi kinerja ekspor secara keseluruhan, sebab ada kemungkinan permintaan beralih ke negara lain dengan adanya masalah panen kedelai di Amerika dan Amerika Selatan yang kurang berhasil,” kata Eddy melalui pesan WhatsApp, Jumat (25/2/2022). 

Dengan demikian, Eddy memastikan kinerja ekspor CPO dalam negeri bakal tetap baik sekalipun ada potensi penurunan permintaan dari Rusia dan Ukraina sebagai salah satu pasar terbesar milik Indonesia. 

“Artinya kalau pun berkurang di kedua negara tersebut tetapi bisa jadi negara lain permintaan justru meningkat,” kata dia. 

Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, total ekspor Indonesia ke Rusia mencapai US$1,49 miliar pada 2021 atau naik 53,42 persen secara tahunan. Produk utama ekspor non migas Indonesia ke Rusia adalah Refined Palm Oil, Liquid Fraction of refined palm oil, dan TSNR 20 dengan kontribusi masing-masing sebesar 24,59 persen, 13,56 persen, dan 6,05 persen. 

Sementara, total ekspor Indonesia ke Ukraina mencapai US$0,42 miliar sepanjang 2021 atau naik 86,28 persen secara tahunan. Produk utama ekspor non migas Indonesia ke Ukraina adalah Refined Palm Oil, Liquid Fraction of refined palm oil, dan other mixtures or preparations of animal fats or oils dengan kontribusi masing-masing sebesar 50,54 persen, 20,06 persen, dan 4,64 persen.

Sebelumnya, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kemendag Kasan Muhri mengakui potensi melebarnya defisit neraca perdagangan minyak dan gas Indonesia seiring dengan kenaikan harga minyak dunia di tengah perang Rusia-Ukraina. Defisit itu turut disebabkan karena menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah. 

Kasan mengatakan kementeriannya tengah mendorong untuk meningkatkan volume ekspor produk manufaktur nonmigas untuk menutupi potensi melebarnya defisit neraca perdagangan tahun ini. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini