Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat menilai langkah sebagian nasabah Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 terkait permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sangat elegan dan masuk akal.
Sekadar informasi, setidaknya 516 nasabah korban gagal bayar AJB Bumiputera 1912 telah memohon restu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait permohonan PKPU tersebut lewat dua surat permohonan. Tepatnya pada 22 Februari 2022 dan 4 Maret 2022, dan sampai saat ini belum ada jawaban dari OJK.
Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo menjelaskan bahwa apabila OJK masih belum memberikan tanggapan dalam periode waktu tertentu, maka permohonan PKPU ini kemungkinan besar tembus, seperti kasus PT Asuransi Jiwa Kresna atau Kresna Life beberapa waktu lalu.
"Dalam UU Asuransi, PKPU itu semacam upaya damai dan harusnya tidak perlu izin OJK. Karena ini dalam rangka menegakkan kebebasan berkontrak yang diatur dalam KUH Perdata. Kaitannya dengan perjanjian antara perusahaan dengan nasabah di dalam polis," ujarnya kepada Bisnis, Senin (7/3/2022).
Ketika itu, PKPU Kresna Life tembus tanpa adanya izin OJK karena pihak pemohon memiliki argumentasi bahwa dalam UU Perasuransian, yang harus dapat izin OJK hanya permohonan kepailitan saja. Di mana dalam hal pemailitan suatu perusahaan asuransi dalam UU Kepailitan dan UU PKPU memang harus mendapatkan izin OJK.
"Selain itu, dalam kasus Kresna Life, kuasa hukum pemohon ketika itu memanfaatkan celah dalam UU Administrasi Pemerintahan. Di mana apabila OJK tidak membalas surat permohonan dalam waktu 10 hari, maka mereka bisa dianggap lalai. Kuasa hukum nasabah AJB Bumiputera tampak melakukan langkah serupa. Menurut saya PKPU ini akan jalan, namun tidak sampai pemailitan, karena harus ada OJK di sana," tambahnya.
Adapun, Irvan juga bisa menjelaskan terkait dilema dalam kasus ini, di mana artinya nasabah selalu pemilik perusahaan memohon PKPU terhadap perusahaan sendiri. Sebab, AJB Bumiputera merupakan satu-satunya asuransi mutual di Tanah Air, pemegang polis merupakan pemilik perusahaan, atau mirip entitas koperasi.
"Nah, ini banyak yang tidak tahu, kalau pemegang polis yang bisa menjadi anggota [menjadi pemilik perusahaan] itu hanya yang memiliki kontrak polis asuransi jiwa sesuai Pasal 7 Anggaran Dasar AJB Bumiputera. Adapun, pemegang polis unit link dan syariah, bukan anggota. Jadi para pemegang polis unit link dan syariah ini masih bisa mengajukan permohonan PKPU," tambahnya.
Oleh sebab itu, Irvan justru menilai positif langkah 516 pemegang polis terkait permohonan PKPU ini. Lewat jalur hukum, keputusan terkait masa depan AJB Bumiputera punya potensi bisa lebih cepat terungkap.
"Menurut saya ini upaya hukum yang elegan. Karena dengan berbagai cara yang ditempuh selama ini, toh, masih belum ada kejelasan juga. Terpenting saat ini ada kepastian nasabah untuk mendapatkan hak-haknya. Kalau penyelesaian masih mengandalkan anggaran dasar alias lewat internal, pemilihan instrumen BPA [Badan Perwakilan Anggota AJB Bumiputera] saja terlihat masih akan memakan waktu lama," tutupnya.
Sebagai informasi, dalam surat permohonan PKPU kepada OJK, nasabah pun menjabarkan argumentasi bahwa penyelesaian permasalahan melalui ketentuan internal AJB Bumiputera yang tengah berproses, merupakan upaya yang terlalu dangkal, memakan waktu lama, dan tampak hanya melempar bola panas ke pihak-pihak internal.
Oleh sebab itu, mekanisme permohonan PKPU dinilai sebagai upaya yang lebih efektif, baik dari segi waktu maupun biaya. Selain itu, mekanisme ini juga baik bagi semua pihak, karena memberikan kejelasan terkait keberlanjutan usaha AJB Bumiputera dalam jangka waktu 270 hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel