Momentum Kenaikan Harga Nikel, DEN Dorong Industri Baterai Dikebut

Bisnis.com,10 Mar 2022, 06:32 WIB
Penulis: Rayful Mudassir
Foto udara aktivitas bongkar muat nikel di areal pabrik milik PT Aneka Tambang Tbk. di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Senin (24/8/2020). PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) mencatat pertumbuhan positif kinerja produksi unaudited komoditas feronikel pada periode triwulan ke-2 tahun 2020 sebesar 6.447 ton nikel dalam feronikel (TNi) atau naik sebesar dua persen dibandingkan kuartal sebelumnya. ANTARA FOTO/Jojon

Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Energi Nasional mendorong pemerintah untuk menangkap momentum kenaikan harga nikel dunia dengan mempercepat produksi baterai untuk kendaraan listrik. 

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan bahwa posisi Indonesia cukup strategi dalam pengembangan industri baterai. Sebab itu, akselerasi pengembangan industri ini perlu dilakukan. 

“Indonesia sedang membangun pabrik baterai yang salah satu bahan bakunya adalah nikel. Jadi ini momentum yang baik untuk mempercepat produksi baterai,” katanya kepada Bisnis, Rabu (9/3/2022). 

Harga nikel mengalami lompatan tinggi mencapai US$100.000 per dry metrik ton untuk pertama kalinya pada Rabu (9/3/2022). Angka ini melonjak akibat sanksi Barat terhadap Rusia. Pasalnya Negeri Beruang Merah telah menginvasi Ukraina sejak 24 Februari 2022.

London Metal Exchange bahkan menangguhkan alias menyetop perdagangan di pasar nikelnya setelah lonjakan harga yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Lonjakan harga pada perdagangan Selasa (8/3/2022) membuat para pialang berjuang untuk membayar margin call terhadap posisi jual yang tidak menguntungkan. 

Tahun lalu, Presiden Joko Widodo telah melakukan groundbreaking pabrik baterai mobil listrik PT HKML Battery Indonesia di Karawang Jawa Barat. Proyek tersebut memiliki nilai investasi sebesar US$1,1 miliar atau setara Rp15,6 triliun. 

Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan pabrik tersebut akan menjadi yang pertama bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara. 

"Kita patut bersyukur hari ini bisa menyaksikan groundbreaking pembangunan pabrik baterai listrik pertama di indonesia dan bahkan yang pertama di Asia Tenggara," ujarnya, Rabu (15/9/2021). 

Saat ini, Indonesia masih menjadi produsen terbesar nikel dunia dengan mencapai 1 juta ton pada 2021. Disusul Filipina 370.000 ton, Rusia 250.000 ton, Kaledonia Baru 190.000 ton serta Australia 160.000 ton. 

Berbeda dengan negara lain, Indonesia telah menghentikan ekspor bijih nikel mentah. Kini RI hanya mengekspor nikel dalam bentuk olahan seperti ferro nickel dan nickel pig iron.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini