Prospek IHSG Bullish, Meski Harga Komoditas Turun

Bisnis.com,11 Mar 2022, 19:32 WIB
Penulis: Ika Fatma Ramadhansari
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (21/12/2021). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA – Analis menilai kondisi pasar saham Indonesia cukup stabil sehingga potensi bullish Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih terbuka meski tengah terjadi koreksi harga komoditas. 

Pada dini hari tadi tercatat beberapa harga komoditas ditutup turun. Harga batu bara terpantau turun sebesar 15,42 persen, minyak mentah turun 3,36 peren, dan timah turun 9,14 persen. 

Namun berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (11/3/2022) pukul 16.35 WIB, beberapa komoditas seperti minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat berada di posisi US$107,61 per barel, atau mulai berbalik menguat 1,50 persen. Sedangkan minyak mentah Brent naik 1,85 persen menjadi US$111,35 per barel setelah sebelumnya mengalami penurunan harga signifikan. 

Analis komoditas sekaligus Founder Traderindo.com Wahyu Laksono menyampaikan koreksi harga komoditas sangat wajar terjadi karena telah mengalami kenaikan harga yang tinggi bahkan tidak normal seperti harga nikel yang akhirnya dihentikan sementara atau aturan margin call dinaikkan. 

Kenaikan harga komoditas tersebut ungkap Wahyu memang cenderung diikuti oleh koreksi. Selain itu, Wahyu juga melihat tren bullish harga komoditas tidak semata-mata berkaitan dengan konflik geopolitik Rusia-Ukraina

Melainkan secara fundamental Wahtu mengungkapkan bahwa isu supply chain pasca pandemi Covid-19 secara global yang menjadi masalah terbesar saat ini. Selain itu, Wahyu juga menyampaikan bahwa tingginya harga komoditas juga berkaitan dengan musim. 

“Anggap global economy coba puasa terutama energi, tapi sampai kapan? Kalau pas waktunya buka malah harga justru makin mahal kan. Momentum yang sudah tertebak, antisipasi [harga komoditas] naik,” ungkap Wahyu kepada Bisnis, Jumat (11/3/2022). 

Terkait hal tersebut, Wahyu mengungkapkan turunnya harga komoditas pada hari ini bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk melakukan aksi profit taking pada emiten-emiten terkait. 

“Namun, jika outlook masih bullish, maka potensi bullish emiten terkait masih terbuka. Apalagi Indonesia termasuk cukup stabil,” ujarnya. 

Wahyu menilai, kondisi fundamental dan teknikal domestik masih bagus ditambah lagi saat ini kondisi pasar AS dan Eropa juga cenderung melemah. Akibatnya situasi tersebut menurutnya membuat pasar Indonesia saat ini lebih menarik. 

Pada 7 Februari lalu, Wahyu mengungkapkan kepemilikan asing atas surat utang negara (SUN) tercatat sebesar Rp895,74 triliun. Di mana artinya terjadi inflow sebesar Rp 8,46 triliun hanya dalam 7 hari saja di bulan ini.

Dengan demikian, secara year-to-date (ytd) hingga 7 Februari lalu, tercatat capital inflow di pasar obligasi sebesar Rp 4,4 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Dwi Nicken Tari
Terkini