Harga Komoditas Menjulang, Saham Emiten BUMN Tambang Layak Dikoleksi?

Bisnis.com,14 Mar 2022, 20:17 WIB
Penulis: Mutiara Nabila
Foto udara pabrik pengolahan nikel milik PT Aneka Tambang Tbk. di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Senin (24/8/2020). PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) mencatat pertumbuhan positif kinerja produksi unaudited komoditas feronikel pada periode triwulan ke-2 tahun 2020 sebesar 6.447 ton nikel dalam feronikel (TNi) atau naik sebesar dua persen dibandingkan kuartal sebelumnya. ANTARA FOTO/Jojon

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten tambang BUMN di bawah MIND ID mencatatkan kinerja positif tahun ini. Investor disarankan mencermati beberapa hal selain harga komoditas sebelum melakukan akumulasi sahamnya.

Harga saham emiten komoditas ikut menghijau di tengah kenaikan harga komoditas lantaran adanya ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina, seperti batu bara, mineral, dan logam dasar yang banyak diproduksi di kedua negara berkonflik. 

Pada 2021, emiten tambang batu bara pelat merah PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) misalnya, mencatatkan laba bersih senilai Rp7,90 triliun per akhir Desember 2021. Realisasi ini melesat 231,47 persen dari laba bersih periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp2,38 triliun pada 2020.

Selain itu, emiten tambang emas dan mineral PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) mencatatkan pertumbuhan positif pada kinerjanya di segmen emas pada sepanjang 2021 dengan produksi mencapai 1,69 ton, atau tumbuh 1 persen dibandingkan capaian produksi emas pada periode yang sama 2020 sebesar 1,67 ton.

Capaian penjualan unaudited emas pada 2021 tercatat sebesar 29,38 ton atau tumbuh 33 persen jika dibandingkan dengan tingkat penjualan pada 2020 sebesar 22,10 ton.

Selain itu, pada sepanjang 2021, Antam juga mencatatkan penjualan logam mulia tertinggi di pasar domestik (unaudited) sepanjang sejarah perseroan, sebesar 28,28 ton, naik 44 persen dari capaian penjualan logam mulia di pasar domestik tahun 2020 sebesar 19,70 ton.

Selanjutnya, emiten PT Timah Tbk. (TINS) mencetak pendapatan sebesar Rp14,6 triliun turun 3,99 persen dibandingkan dengan tahun penuh 2020 yang mencapai Rp15,21 triliun.

Namun, TINS berhasil mencatatkan laba sebelum pajak penghasilan sebesar Rp1,72 triliun pada 2021 berbanding terbalik dengan rugi sebelum pajak Rp269,76 miliar pada 2020.

Hal tersebut dicapai salah satunya lantaran TINS berhasil memangkas 20,74 persen beban pokok pendapatan menjadi Rp11,17 triliun dari Rp14,09 triliun. Dengan begitu, laba bruto pada 2021 menjadi Rp3,43 triliun naik 206,8 persen dibandingkan dengan 2020 yang sebesar Rp1,11 triliun.

Hal ini membuat kenaikan beban umum dan administrasi menjadi Rp1,06 triliun, serta kenaikan beban penjualan menjadi Rp132,81 miliar menjadi tidak begitu berdampak terhadap bottomline perseroan.

Menanggapi hal ini, Analis Samuel Sekuritas M. Alfatih mengungkapkan sebelum mengakumulasi sahamnya, investor dapat melihat dari segi aturan-aturan yang ada karena perusahaan BUMN bergerak berdasarkan aturan serta target pemerintah.

"Ketiga saham BUMN berbasis komoditas ini, sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditasnya serta aturan-aturan pemerintah yang terkait. Jadi tidak sepenuhnya karena pergerakan harga komoditasnya," ungkapnya kepada Bisnis, Senin (14/3/2022).

Alfatih merekomendasikan ketiganya bisa diakumulasi dengan saham TINS trading buy di kisaran 1.540-1.750. Terakhir, pada penutupan Senin (14/3/2022), saham TINS naik 0,62 persen ke 1.610

Selanjutnya, saham PTBA bisa dibeli mendekati level support di 3.275-3.180, dan level support selanjutnya berada di 3.090-2.960. Adapun, level resistance berada di 3.520. Pada akhir perdagangan Senin, harga saham PTBA turun 4,89 persen ke 3.310.

Adapun, saham ANTM juga bisa dibeli mendekati level support 2.375-2.200 dan target harga di 2.600-2.700. Pada Senin harga saham ANTM tercatat turun 4,76 persen ke posisi 2.400.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Farid Firdaus
Terkini