Narasi Institute: Risiko Kenaikan Harga Minyak Masih Terbuka Lebar

Bisnis.com,14 Mar 2022, 20:13 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Tangki penyimpanan minyak di California, Amerika Serikat/Bloomberg-David Paul Morris

Bisnis.com, JAKARTA — Narasi Institute menilai bahwa kemungkinan naiknya harga minyak secara global masih terbuka dengan embargo minyak produksi Rusia sebagai penentunya. Kenaikan masih mungkin terjadi meskipun saat ini harganya tercatat sudah tinggi.

Pengamat Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menjelaskan bahwa isu harga minyak global itu menjadi salah satu pembahasan para eksekutif perusahaan minyak yang berkumpul di Houston, Amerika Serikat untuk konferensi CERAWeek. Acara itu diselenggarakan S&P Global pada Senin (7/3/2022).

Menurut Achmad, berdasarkan catatan gelaran konferensi itu, kenaikan harga minyak masih mungkin terjadi. Padahal, harga minyak mentah brent yang merupakan patokan internasional sudah melewati US$130 per barel.

"Apakah harga minyak akan terus naik? Jawabannya tergantung pada beberapa faktor, terutama embargo [minyak Rusia]," ujar Achmad pada Senin (14/3/2022).

Menurutnya, Amerika Serikat sebagai negara adikuasa hanya mengimpor sedikit minyak dari Rusia. Adanya embargo dari Amerika tidak akan berdampak banyak bagi negara Paman Sam, dan mungkin secara global.

Lain halnya, menurut Achmad, Uni Eropa, China, dan India menyikapi lebih hati-hati wacana embargo minyak Rusia. Negara-negara tersebut mengandalkan suplai minyak dari Rusia untuk pemenuhan kebutuhannya.

"Kenneth Medlock dari Rice University mengatakan bahwa kesepakatan transaksi gas baru-baru ini antara Rusia dan China dalam [mata uang] euro daripada dolar adalah tanda bahwa kedua negara melawan sanksi Amerika," ujar Achmad.

Selain itu, dia pun mengutip penjelasan Antoine Halff dari firma analisis data Prancis Kayrros, yang mengatakan bahwa terdapat pihak Eropa, Jepang, dan Korea Selatan yang akan membeli minyak Rusia secara diam-diam. Achmad pun memperoleh kabar bahwa sejumah pengusaha kelas kakap tetap membeli minyak dari Rusia.

"Meskipun demikian data menunjukan bahwa banyak kapal tanker Rusia kehilangan pembeli dan sedang mencari pembeli baru dari tujuan awal mereka. Ada sekitar 4,5 juta barel per hari sebelum perang, mungkin akan keluar dari pasar," ujarnya.

Achmad menjelaskan bahwa para eksekutif perusahaan minyak yang menghadiri konferensi CERAWeek khawatir jika minyak Rusia benar-benar hilang dari pasaran. Hal tersebut berpotensi meningkatkan harga minyak mentah hingga mencapai US$200 per barel tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini