Bisnis.com, JAKARTA -- Klaim asuransi kredit yang dibayarkan oleh industri asuransi umum tercatat turun 28,8 persen year-on-year (yoy) di 2021. Penurunan klaim ini seiring membaiknya kualitas kredit perbankan dan perusahaan pembiayaan, serta mitigasi risiko yang dilakukan para pelaku industri.
Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), klaim asuransi kredit sepanjang 2021 tercatat mencapai Rp7,63 triliun atau turun 28,8 persen dibandingkan 2020 yang mencapai Rp10,72 triliun. Rasio klaim asuransi kredit tahun lalu pun turut membaik ke level 55,8 persen, turun dari posisi di 2020 yang mencapai 65,2 persen.
Wakil Ketua Bidang Statistik, Riset & Analisa AAUI Trinita Situmeang mengatakan, turunnya klaim asuransi kredit tak lepas dari membaiknya kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan maupun perusahaan pembiayaan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) ratio perbankan pada level 3 persen pada 2021, cenderung turun dari level 3,06 persen pada 2020. Sedangkan non-performing financing (NPF) ratio perusahaan pembiayaan juga terpantau membaik ke posisi 3,53 persen pada 2021, dibandingkan tahun sebelumnya yang berada di posisi 4,01 persen.
"Kalau kami lihat memang penurunan ini disebabkan oleh dibatasinya kredit, ada perbaikan kualitas kredit, dan langkah-langkah yang sudah dilakukan, termasuk mitigasi risiko tentu kami harapkan di 2022 akan mendorong perbaikan performa asuransi kredit, baik dari sisi top line dan bottom line," ujar Wakil Ketua Bidang Statistik, Riset & Analisa AAUI Trinita Situmeang, dikutip Minggu (20/3/2022).
Di sisi lain, Trinita mengungkapkan bahwa AAUI bersama para penerbit polis asuransi kredit juga telah melakukan pertemuan dan diskusi untuk melakukan perbaikan tata kelola bisnis asuransi kredit. Para pelaku usaha berupaya melakukan sejumlah perbaikan, mulai dari sisi underwritting guideline, sistem pentarifan, sistem pencadangan, hingga ekspektasi klaim.
Dia berharap upaya tersebut dapat memperbaiki kinerja asuransi kredit di tahun ini dan mendongkrak perolehan premi dari lini bisnis tersebut. Premi dicatat dari lini bisnis asuransi kredit sepanjang 2021 mengalami penurunan sebesar 16,7 persen, yakni menjadi Rp13,68 triliun dari sebelumnya mencapai Rp16,44 triliun pada 2020.
"Seiring dengan NPL dan NPF terkendali, ditopang oleh mitigasi risiko dan risk management yang baik, harusnya kami juga bisa lebih baik. Tren penurunan [premi] mudah-mudahan akan berganti jadi rebound di 2022," kata Trinita.
Adapun, asuransi kredit merupakan kontributor terbesar ketiga perolehan premi industri asuransi umum, setelah lini bisnis asuransi properti dan kendaraan bermotor. Pangsa pasar asuransi kredit mencapai 17,5 persen dari total perolehan premi industri asuransi umum. Hal ini membuat tingginya rasio klaim asuransi kredit menjadi perhatian para pelaku industri.
Direktur Utama PT Reasuransi Nasional Indonesia atau Nasional Re Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menilai tingginya rasio klaim (loss ratio) asuransi kredit jika tidak dikelola dengan baik akan berakibat buruk bagi kinerja perusahaan asuransi. Sejalan dengan hal tersebut, sesi pertanggungan ulang risiko ke perusahaan reasuransi sebagai reasuradur juga menunjukkan angka yang buruk pula.
Oleh karena itu, sebagai penerbit polis asuransi kredit, perusahaan asuransi harus melakukan mitigasi dengan menetapkan term and condition polis yang sesuai kebutuhan risiko dan batas, serta jaminan asuransi. Perusahaan asuransi harus memastikan tarif premi asuransi kredit yang ditetapkan setara dengan risiko yang ditanggung dan menetapkan pencadangan teknis yang tepat dengan perhitungan aktuaria yang menunjukkan dinamika usaha ke depan.
"Jika pada titik yang paling dalam ternyata premi asuransi kredit yang diterima penanggung tidak cukup untuk membayarkan liability, maka akan terjadi kegaduhan di industri asuransi dan industri perbankan. Hal ini akan berdampak kepada kelangsungan kegiatan ekonomi masyarakat dan negara secara umum," ujar Dody kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Dengan demikian, Dody menilai, produk asuransi kredit perlu dilakukan review dan menempatkannya di posisi yang lebih dapat dikendalikan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Menurutnya, perusahaan asuransi, termasuk juga reasuransi sebagai reasuradur, perlu melakukan diskusi komprehensif dengan tertanggung atau kreditur agar prinsip manajemen risiko dapat diterapkan dengan baik dalam proses pemberian kredit.
Dody menuturkan, pihak reasuradur juga sebaiknya mendapatkan akses terhadap data untuk memantau profil risiko. Dengan demikian, tertanggung dan penanggung akan memiliki risk appetite yang sama untuk menjaga profil risiko yang baik.
"Pihak reasuradur akan mendukung penuh review terhadap proses bisnis asuransi kredit ini, di mana di saat yang sama pemerintah juga memperpanjang relaksasi kredit. Untuk itu perlu juga menjadi perhatian semua pihak agar kegiatan perbankan dan perasuransian dapat dijalankan dengan prinsip manajemen risiko yang baik dan governance," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel