Mendag Janji Ungkap Mafia Minyak Goreng, Cuma Gimmick?

Bisnis.com,22 Mar 2022, 10:50 WIB
Penulis: Tim Bisnis Indonesia
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di sela-sela gelaran World Expo 2020 Dubai./Bisnis-Gajah Kusumo

Bisnis.com, JAKARTA – Janji Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi untuk mengumumkan nama-nama di balik kelangkaan minyak goreng di Indonesia ternyata hanya tinggal janji.

Dalam rapat kerja di DPR, ia sempat menyatakan sudah mengantongi sejumlah nama tersangka yang menyebabkan minyak goreng di tengah masyarakat menjadi mahal dan langka. Lutfi mengatakan langkah itu diambil untuk memastikan mafia minyak goreng itu dapat ditindak secara hukum yang berlaku.

Selain itu, dia ingin menampik anggapan miring yang mengatakan pemerintah kalah berhadapan dengan mafia minyak goreng tersebut.

“Pemerintah tidak pernah mengalah apalagi kalah dengan mafia. Saya pastikan mereka akan ditangkap,” kata Lutfi saat menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR-RI, Kamis (17/3/2022).

Lebih lanjut, Lutfi mengatakan Bareskrim Polri akan mengumumkan tersangka mafia minyak goreng pada Senin kemarin.

Namun ketika dikonfirmasi ke Polri, belum ada rencana terkait rilis mafia minyak goreng di hari yang sama.

"Belum ada rencana rilis mafia minyak goreng," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Gatot Repli Handoko saat dihubungi, Senin (21/3/2022).

Sementara itu, CEO Narasi Institute dan pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menilai peran pemerintah belum kompeten dalam mengendalikan masalah kelangkaan minyak goreng dan bahan pokok lainnya.

Menurutnya, kebijakan pengendalian harga yang ditempuh pemerintah tidak menyelesaikan masalah, terutama pada kelangkaan minyak goreng.

“Pemerintah dianggap tidak berdaya dalam pengendalian harga dan harus menyerahkan apa yang menjadi kepentingan oligarki,” katanya.

Wakil Sekjen Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Lely Pelitasari mengatakan bahwa penting bagi pemerintah untuk mengamankan pasokan, tidak hanya sekadar membuat regulasi di atas kertas.

Dia menjelaskan pasar minyak goreng adalah pasar oligopoli, tercermin dari konsentrasi untuk empat perusahaan terbesar di atas 40 persen. Dengan struktur ini, maka perilakunya cenderung pada kolutif sehingga dibutuhkan peran pemerintah yang kuat.

“Bagaimana pemerintah bisa mengatur pasar yang seperti ini dengan satu mekanisme baik kebijakan yang sifatnya tarif atau non tarif. Satu hal yang dilupakan dalam hal ini adalah pemerintah bisa mengatur tapi tidak memiliki barang. Berbeda dengan beras, ada cadangan,” katanya.

Menurut dia, ada dua pelajaran terkait kelangkaan minyak goreng, yaitu pemerintah belum cukup serius mengawasi dan menangani kelangkaan minyak goreng, serta pemerintah perlu merevisi Perpres No. 66/2021 tentang Badan Pangan Nasional.

“Inilah pentingnya di dalam UU Pangan adanya cadangan pangan pemerintah. Pelajaran kedua kenaikan minyak goreng ini salah satu efek minyak goreng tidak masuk dalam satu komoditas yang tidak diatur Perpres tentang Badan Pangan Nasional,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini