Pariwisata Bergeliat, Astindo: Masih Ada Tumpang Tindih Kebijakan Perjalanan

Bisnis.com,25 Mar 2022, 11:43 WIB
Penulis: Annasa Rizki Kamalina
Sejumlah perwakilan agen perjalanan pariwisata berswafoto dengan penari saat travel gathering bertajuk We Love Bali di kawasan Pantai Pandawa, Badung, Bali, Jumat (4/9/2020). rn

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) masih melihat adanya tumpang tindih kebijakan dan kesulitan sehingga menghambat alur perjalanan baik dari Indonesia ke luar negeri maupun sebaliknya.

Meski kebijakan sudah mulai diperlonggar, tetapi beberapa kebijakan seperti visa on arrival (VoA) dan jumlah penerbangan masih menghambat tumbuhnya industri pariwisata. Menurut Astindo, pembatasan penerbangan membuat harga tiket pesawat terlampau mahal.

Ketua Astindo Pauline Suharno menyampaikan bahwa dalam hal outbound atau perjalanan ke luar negeri, masyarakat Indonesia memilih negara yang mudah dalam mengurus visa. Mereka juga lebih memilih negara yang menawarkan harga lebih ekonomis, salah satunya tiket pesawat.

“Selama mengurus visa mudah dan harganya ekonomis, masyarakat Indonesia akan melirik. Waktu itu Turki mudah sekali, banyak yang langsung berangkat,” kata Pauline, Kamis (24/3/2022).

Seperti halnya Australia yang memberlakukan visa waiver membuat banyak masyarakat Indonesia memilih negara tersebut menjadi destinasinya. Berdasarkan penjelasan Pauline, sistem visa waiver berlaku ketika visa Australia yang sudah disetujui dan kedaluwarsa selama pandemi dapat diperpanjang tanpa tambahan biaya.

Mengambil contoh lain negara yang terdekat seperti Singapura, banyak masyarakat yang memiliki minat tinggi untuk mengunjungi negara tersebut, tetapi harga tiketnya terlampau mahal.

“Kalau untuk yang mau leisure ke Singapura dengan harga Rp5 juta hingga Rp7 juta itu nggak worth it sama sekali,” lanjutnya.

Pauline mengatakan dari lima pesawat Singapore Airlines (SQ), hanya satu pesawat yang diperbolehkan membawa penumpang Indonesia dan tanpa karantina. Ia menambahkan mulai 1 April 2022, penerbangan baru akan kembali normal.

“Jadi yang berangkat sekarang itu yang benar-benar urusan penting seperti bisnis, sekolah, juga untuk pengobatan. Kebanyakan yang ke Singapura itu untuk mencari pengobatan,” katanya.

Sementara itu, Inggris sendiri juga mulai membuka pintu kedatangan untuk Indonesia dengan dicabutnya batasan terkait Covid-19 sehingga pelaku perjalanan menjadi bebas karantina, tanpa tes, dan tanpa pengisian formulir tertentu.

Pauline berharap untuk outbound, pemerintah berbagai negara bisa segera melonggarkan aturan masuk. Sementara untuk inbound, negara tetangga yang awalnya bebas visa untuk tidak masuk ke dalam daftar VoA.

“Sangat berharap sekali, negara tetangga akan kembali bebas visa, meski Pak Sandi sudah bilang bahwa negara tetangga akan bebas visa, tapi kita tetap menunggu surat edaran [SE],” tutup Pauline.  

Sementara itu, kebangkitan industri pariwisata diperkirakan belum akan terlihat signifikan pada tahun ini karena pembatasan masih terjadi di sejumlah negara.

Pengamat Pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Chusmeru memprediksi industri pariwisata  bisa bergerak secara normal pada 2023.

“Bila dibandingkan dengan kejadian bom Bali dahulu, pemulihannya terbilang cepat. Pandemi ini lama sekali karena sampai sekarang belum bisa memprediksi kapan akan berakhir,” ujar Chusmeru, Kamis (24/3/2022).

Chusmeru melihat jika kondisi seperti saat ini dan tidak ada lagi berbagai pembatasan, pariwisata dapat kembali normal dalam kurun waktu satu tahun ke depan.

“Kalau pandemi ini bisa berakhir di semester ini, pemerintah mengumumkan masuk endemi, paling tidak di awal tahun depan sektor pariwisata bisa normal kembali,” ungkapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini