Curhat Bos OJK Non-Bank Jelang Akhir Masa Jabatan, dari Unit Linked hingga P2P Lending

Bisnis.com,27 Mar 2022, 18:59 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Riswinandi, Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK memaparkan perjalanannya selama mengurus industri asuransi, pembiayaan, sampai tekfin P2P selama 5 tahun belakangan/Bisnis-Aziz R

Bisnis.com, MEDAN - Industri Keuangan Non Bank (IKNB) tengah disorot banyak pihak karena bejibun masalah para pemainnya satu per satu mencuat ke ranah publik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengakui, dan berupaya memperbaiki sektor ini agar tak lagi bagaikan 'anak tiri'.

Riswinandi, Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, mengungkap bahwa mengatasi ketertinggalan infrastruktur, strategi pengawasan, serta regulasi di sektor IKNB sebenarnya telah menjadi tugasnya sejak awal menjabat.

Terlebih, pengawasan dan regulasi di lembaga jasa keuangan nonbank telah jauh tertinggal dibandingkan sektor perbankan dan pasar modal.

"Perbankan dan pasar modal sudah lebih maju, dan IKNB terus benchmark ke sana. Selain itu, kegiatan usaha di IKNB pun tidak lepas dari entitas bank dan investasi di pasar modal, sehingga transformasi ini diharapkan membuat iklim bisnis ketiganya menjadi setara," ujarnya dalam diskusi 'Perkembangan dan Transformasi Pengawasan Sektor IKNB', Medan, Sumatra Utara, Sabtu (26/3/2022).

Riswinandi mengungkap bahwa sampai saat ini program transformasi IKNB masih berada dalam jalur. Contoh terbaru, regulasi anyar produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) alias unit linked telah keluar. Ke depan, aturan-aturan baru buat berbagai klaster IKNB lain pun akan bermunculan.

Riswinandi menjelaskan bahwa masih banyak tantangan menanti industri yang diisi 1.283 pemain dari setidaknya 8 jenis LJK dengan total aset Rp2.839,92 triliun ini.

Mulai dari masih rendahnya tingkat literasi konsumen terhadap manfaat dan risiko produk-produk terkait IKNB, kualitas tata kelola dan manajemen risiko para pemain yang belum seragam, sumber daya manusia (SDM) khusus (aktuaris, pengelola investasi, IT, dll) yang terbatas, sampai perlunya pengetatan prinsip-prinsip perlindungan konsumen.

Jelang akhir masa jabatannya selaku Dewan Komisioner OJK periode 2017-2022 yang akan habis per 20 Juli 2022, Riswinandi mengungkap progres perbaikan di klaster-klaster utama IKNB.

Asuransi jiwa dan umum, reasuransi, serta dana pensiun yang termasuk IKNB klaster Pengelolaan Dana Terkait Manajemen Risiko. Menghimpun dana masyarakat dan entitas yang biasa disebut pemegang polis.

Beberapa masalah yang sempat menghantam beberapa pemain, terutama penempatan dana investasi yang tidak sesuai ketentuan. Contohnya, menempatkan dana di entitas efek perusahaan terafiliasi, atau terlibat aksi 'goreng' saham.

Oleh sebab itu, OJK IKNB mulai menerapkan penguatan infrastruktur pengawasan IKNB berupa dashboard portofolio efek dan early warning signal (EWS). Tujuannya, 'mengintip' kinerja investasi para pemain.

"Dulu pengawas kami baru bisa mengetahui bagaimana kegiatan investasi para pemain asuransi dan dana pensiun setelah mereka setor laporan bulanan. Tapi sekarang sudah bisa real time dilihat oleh pengawas," ujarnya.

Adapun, beberapa regulasi baru yang telah diterbitkan, yaitu SEOJK 19/2020 tentang Saluran Pemasaran Produk Asuransi, SEOJK 5/2022 tentang Unit Linked, serta POJK 60/2020 terkait penyempurnaan aturan main dana pensiun.

Industri pembiayaan (multifinance) cenderung disorot masyarakat hanya karena masalah penagihan. Adapun, OJK sendiri masih menyoroti masih ada beberapa pemain yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimal Rp100 miliar.

Riswinandi menjelaskan bahwa penguatan modal dan kinerja kesehatan multifinance akan terus dikejar, karena industri ini merupakan pemain tengah dalam segala hal. Baik antara konsumen dengan produsen barang atau jasa, juga antara pemilik sumber dana dengan pihak yang butuh pendanaan.

"Industri pembiayaan ini salah satu di IKNB yang penurunan pemainnya signifikan, dari 239 pemain di akhir 2020 menjadi 223 pemain di akhir 2021 lalu. Terutama karena tidak sanggup mencapai permodalan minimal, mau tak mau harus dicabut," jelasnya.

Regulasi terkait yang diterbitkan di era ini, yaitu POJK 40/2020 terkait penguatan aspek perizinan dan kelembagaan perusahaan pembiayaan, serta POJK 46/2020 tentang aturan main khusus perusahaan pembiayaan infrastruktur. OJK juga merealisasikan beberapa ketentuan anyar terkait Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

Sementara itu, tekfin pendanaan bersama (P2P lending) selaku industri pendatang baru di sektor IKNB juga senasib, di mana dari sebelumnya 149 pemain di akhir 2020 menjadi hanya 102 pemain, namun kini semuanya telah berizin.

Riswinandi menjelaskan bahwa aturan main baru buat industri ini telah dirancang, terkini telah masuk ke proses harmonisasi dan diharapkan segera terbit.

"Perbaikan aturan fintech P2P lending terutama dari sisi permodalan dan komitmen pemilik, dan SDM berpengalaman untuk memperkuat mitigasi risiko. Jadi jangan sampai karena kemudahan teknologi, lantas kegiatan urun pendanaan ini disalurkan secara sembarangan oleh para pemain," tambahnya.

Untuk memperkuat pengawasan, OJK mulai menerapkan infrastruktur teknologi digital di bidang supervisory technology (suptech) dan regulatory technology (regtech). Tahapan ini dilakukan dengan membangun aplikasi perizinan, aplikasi pelaporan, dan aplikasi pengawasan.

Terkhusus tekfin P2P lending, salah satunya berupa Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil), berguna untuk membantu platform mengetahui riwayat calon peminjam (borrower) selama menggunakan salah satu platform.

Harapannya, tidak ada lagi fenomena peminjam tidak mampu membayar pinjamannya, karena meminjam melebihi kemampuan, meminjam di beberapa platform sekaligus, atau terindikasi melakukan praktik gali lubang tutup lubang.

Fokus Modal Ventura 

OJK masih merancang upaya pembenahan industri ini, karena melihat fenomena perusahaan modal ventura (PMV) yang belum fokus pada usaha penyertaan saham/ekuitas, serta penyertaan melalui pembelian obligasi konversi.

Kebanyakan PMV, terutama yang bermain di segmen UMKM, baru mampu sekadar memberikan pembiayaan jangka pendek-menengah seperti halnya pemain multifinance kepada para nasabahnya, yang disebut perusahaan pasangan usaha (PPU).

"Sekarang baru segelintir PMV besar yang bisa memenuhi komitmen jangka panjang untuk fokus ke penyertaan ekuitas. Kami sedang upayakan semuanya lebih siap dengan kegiatan investasi jangka panjang, karena industri ini juga punya peran membimbing PPU supaya lebih cepat naik kelas, setelah itu baru PMV bisa exit," jelasnya.

OJK IKNB sebenarnya juga merupakan pengawas para lembaga sui generis, biasanya lembaga keuangan dengan misi sosial besutan pemerintah. Mulai dari BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek), Asabri, Taspen, BP Tapera, sampai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Dalam hal ini, OJK tengah menggodok peran pengawasannya agar lebih optimal dan efektif lewat berkoordinasi dengan berbagai pihak, karena beberapa lembaga tersebut pun sudah memiliki Dewan Pengawas sendiri.

Masih banyak lagi klaster lain yang telah diperketat pengawasannya, seperti industri gadai, pialang asuransi, perusahaan agen asuransi, penilai kerugian, dan perusahaan penjaminan.

Ke depan, Riswinandi mengungkap bahwa penggantinya nanti bisa meneruskan upaya pengaturan dan pengawasan prudential lanjutan IKNB, seperti ketentuan permodalan dan pengelolaan investasi, antisipasi regulasi teknologi informasi (insurtech), pengembangan lanjutan untuk sistem informasi pengawasan IKNB, sampai pemisahan beberapa fungsi di internal IKNB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hafiyyan
Terkini