Minyak Mentah Tertekan Akibat Pengumuman Lockdown di Shanghai

Bisnis.com,28 Mar 2022, 09:06 WIB
Penulis: Nindya Aldila
Tanker pengangkut minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak melemah karena kebangkitan virus Covid-19 di sejumlah wilayah di China yang menimbulkan kekhawatiran tentang permintaan minyak mentah terbesar dunia, sementara pemberontak di Yaman mengumumkan genjatan senjata sementara dengan Arab Saudi.

Minyak mentah jenis West Texas Intermediate dan Brent turun sekitar 3 persen di awal perdagangan Asia setelah Shanghai mengatakan akan mengunci setengah kota secara bergantian untuk melakukan pengujian Covid-19 massal untuk membendung Covid-19.

Brent untuk pengiriman Mei turun 3 persen menjadi US$117,05 per barel di ICE Futures Europe exchange setelah naik 1,4 persen pada hari Jumat lalu (25/3/2022). Brent tetap sangat terbelakang, di mana kontrak yang mendekati tanggal jatuh tempo menjadi lebih mahal daripada yang tanggal jatuh temponya masih jauh.

Pemimpin pemberontak Houthi Yaman mengumumkan gencatan senjata tiga hari pada hari Sabtu setelah eskalasi serangan terhadap kerajaan selama seminggu terakhir.

Dilansi oleh Bloomberg, harga minyak masih bersiap untuk kenaikan bulanan keempat setelah invasi Rusia ke Ukraina mengguncang pasar.

Sebagian besar pembeli menghindari minyak mentah dari produsen OPEC+ saat mereka mencoba dan menavigasi sanksi keuangan dan risiko reputasi, sementara Jerman berencana untuk menghentikan hampir semua bahan bakar fosil Rusia dalam kurun waktu dua tahun mendatang. Pertempuran di Eropa berlanjut, dengan perang sekarang memasuki bulan kedua.

Minyak mentah naik pada hari Jumat (28/3/2022) setelah pemberontak Houthi mengklaim bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap fasilitas Saudi Aramco, termasuk situs penyimpanan minyak di Jeddah.

Hanya dua jam setelah penghentian permusuhan diumumkan pada hari Sabtu (26/3/2022), pemberontak menuduh jet tempur koalisi pimpinan Arab Saudi melancarkan serangan ke sasaran Houthi di ibu kota Yaman, Sanaa, menurut laporan Al-Masirah TV.

AS, sementara itu, mengatakan akan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dengan Iran. Namun, hal ini mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat, menyusul permintaan baru-baru ini dari Teheran. Washington sendiri telah menghapus Korps Pengawal Revolusi Islam dari daftar organisasi terorisnya. Namun, seperti diketahui, Iran adalah sekutu Rusia dan perang di Ukraina juga memperumit negosiasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini