Anggota Komisi VI DPR Sorot Rasio Dividen Bank Mandiri (BMRI)

Bisnis.com,30 Mar 2022, 18:03 WIB
Penulis: Rika Anggraeni
Pegawai beraktivitas di salah satu cabang digital Bank Mandiri di Jakarta, Kamis (23/12/2021). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Mufti Anam menyorot rasio dividen tahun buku 2021 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI). Menurutnya bank kurang optimal memberikan kontribusi kepada negara. 

Mufti membandingkan pembagian dividen emiten bersandi saham BMRI dengan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI). Menurutnya, kucuran kredit yang diberikan BBRI tidak sebesar BMRI, namun dividen BBRI dinilai lebih optimal.

Perlu diketahui, dividen yang dibagikan BBRI kepada pemegang saham lebih besar dibandingkan BMRI, yakni Rp26,4 triliun, sedangkan nilai dividen BMRI kepada pemegang saham sebesar Rp16,82 triliun.

Dengan besaran tersebut, pemerintah selaku pemegang 53,19 persen saham BRI akan meraup Rp14,04 triliun dari BBRI. Sementara itu dari BMRI, nilai dividen yang diterima negara sebesar Rp8,75 triliun atas kepemilikan sebesar 52 persen saham.

“Harapan kami dividen yang dibagikan Bank Mandiri ke pemerintah juga bisa lebih optimal. Kami apresiasi BRI yang bisa membagikan dividen 85 persen, sedangkan Bank Mandiri hanya 60 persen,” kata Mufti dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI dengan Perbankan BUMN, Rabu (30/3/2022).

Di hadapan Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi, Mufti mengingatkan bahwa BMRI memiliki hak istimewa atau privilege yang diberikan pemerintah ke Bank Mandiri. “Kalau kita lihat privilege yang pemerintah berikan ke Bank Mandiri itu sangat luar biasa,” katanya.

Mufti mengungkapkan bagaimana pemerintah meracik dan menciptakan Bank Mandiri dengan mengeluarkan dana yang luar biasa. Berbeda dengan BRI, Miftah menuturkan perseroan tidak pernah diberikan hak istimewa.

Sebagaimana diketahui, Bank Mandiri adalah hasil penggabungan 4 bank bermasalah, yakni Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia, dan Bank Pembangunan Indonesia. Keempat bank tersebut terdampak krisis moneter pada 1997-1998. 

Keempat bank tersebut mencatat kerugian Rp124 triliun kala itu. Setelah resmi merger, Bank Mandiri masih memiliki beban rugi Rp68 triliun. Kemudian pemerintah memutuskan menyuntik modal Rp174 triliun pada 1999. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini