Pengusaha Keluhkan Kenaikan PPN 11 Persen Bisa Pengaruhi Ekspansi Investasi Industri

Bisnis.com,01 Apr 2022, 12:26 WIB
Penulis: Reni Lestari
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Bobby Gafur Umar dalam acara paparan publik, Selasa (28/12/2021). Bisnis-Annisa Saumi.

Bisnis.com, JAKARTA - Memasuki bulan keempat 2022, industri manufaktur dihadapkan pada kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen. Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, termasuk BBM, juga akan memberi tekanan pada sisi permintaan.

Mencermati perkembangan tersebut, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mencatat risiko dampak berkepanjangan dari kenaikan PPN.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Bobby Gafur Umar mengatakan kenaikan PPN dan inflasi dapat mempengaruhi rencana ekspansi industri yang dirumuskan sejak akhir tahun lalu. Bobby berpendapat pemulihan ekonomi yang banyak disumbang oleh sektor industri juga bisa terdampak.

"PMI [purchasing managers' index manufaktur] kita dari akhir tahun lalu sudah bagus, banyak yang sudah mempersiapkan ekspansi. Ini pasti akan melakukan review ulang [karena kenaikan PPN]," kata Bobby kepada Bisnis, Jumat (1/4/2022).

Bobby melanjutkan, tekanan inflasi di dalam negeri tidak lepas dari situasi global yang dikompori oleh krisis energi dan konflik Rusia-Ukraina. Harga energi yang melambung ikut mengerek biaya bahan baku.

"Bahan produksinya naik, ditambah ada beban penjualan 1 persen, pasti akan terjadi inflasi, dampaknya bisa panjang," ujarnya.

Sementara itu, pelaku usaha di dalam negeri juga tengah bersiap menghadapi musim puncak konsumsi pada momentum Ramadan dan Lebaran. Meski konsumsi biasanya terkerek pada momentum tersebut, kondisi anomali bisa saja terjadi karena tekanan dari berganda dari sisi penawaran dan permintaan.

"Bulan depan kita mesti lihat. Industri makanan minuman biasanya naik. Nanti kita lihat soal itu, cuma yang pasti akan terjadi inflasi," ujarnya.

Sebelumnya, PMI Manufaktur Indonesia tercatat 51,3 pada Maret 2022, naik tipis dari posisi Februari 51,2. Meski demikian, jika dibandingkan dengan Januari sebesar 53,7, masih terjadi penurunan cukup dalam bulan lalu.

IHS Markit mencatat tekanan pasokan dan harga bahan baku masih membayangi kinerja manufaktur Indonesia pada Maret. Angka ekspansi tersebut juga tercatat masih menjadi yang paling lambat dalam 8 bulan berturut-turut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini