Mengintip Dua Agenda Pantro Pander Jika Ditetapkan Sebagai KE OJK IKNB

Bisnis.com,07 Apr 2022, 14:51 WIB
Penulis: Denis Riantiza Meilanova
Direktur IFG Pantro Pander Silitonga./Chanel IFGrn

Bisnis.com, JAKARTA - Pantro Pander menjanjikan dua agenda besar ke Komisi XI DPR RI saat menjalani fit and proper test sebagai calon Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK. 

Di hadapan Komisi XI hari ini, Kamis (7/4/2022), Pander yang juga Direktur Bisnis Holding BUMN Asuransi dan Penjaminan (Indonesia Financial Group/IFG) menyebutkan agenda yang hendak diusung jika terpilih yakni penguatan industri IKNB serta penguatan internal OJK. 

Perincianna, kebijakan bagi pelaku industri yakni penguatan dan penyusunan kerangka tata kelola, penguatan manajemen risiko dan kepatuhan yang baku serta komprehensif, sertifikasi manajemen risiko yang bersifat wajib, klasifikasi perusahaan asuransi umum, sandboxing untuk pengawasan bisnis model baru, penyelesaian isu-isu yang belum tuntas di sektor IKNB dan melakukan pendampingan kepada LJK bermasalah

Sedangkan untuk internal OJK, Pander menyebutkan agenda yang diusung seperti penguatan kompetensi internal, pembagian tugas dan wewenang berbasis akuntabilitas dan memfasilitasi koordinasi serta komunikasi lintas bidang, penguatan struktur organisasi, pembentukkan komite penasihat dan fungsi pendampingan, optimalisasi anggaran dan penguatan sistem informasi. 

"Kita harus memastikan bahwa perlindungan konsumen sudah harus terintegrasi dalam aspek pengawasan dan pengaturan," katanya. 

Pander menyebutkan langkah nyata yang progresif ini bertujuan agar pengawasan oleh OJK  lebih tepat sasaran, lebih kompeten, lebih berani mengambil keputusan, dan pengawasan yang lebih terintegrasi. 

Dalam paparannya, Pantro sendiri menyoroti masih banyaknya sejumlah masalah yang bersifat fundamental di industri asuransi dan dana pensiun.

Dia memaparkan, sebagian besar produk asuransi jiwa masih dijual sebagai investasi, yakni sekitar 68 persen dari portofolio produk asuransi jiwa di Indonesia merupakan produk unit-linked.

"Di unit linked banyak konsumen kecewa. Kenapa? karena janji hasil investasi yang tinggi tidak terealisasi. Belum lagi ada komponen biaya yang kurang transparan, baik itu biaya komisi yang tinggi dan juga biaya asuransi yang meningkat seiring dengan usia," ujar Pantro.

Tak hanya unit-linked, nasabah juga dikecewakan dengan produk asuransi endowment atau dwiguna karena perusahaan asuransi menjanjikan imbal hasil investasi yang tinggi. Namun karena pengelolaan aset dan liabilitas yang tidak baik, akhirnya mengalami gagal bayar, seperti yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Kemudian, dia memaparkan adanya persaingan harga yang tidak sehat di industri asuransi umum, seperti di lini asuransi kendaraan bermotor dan asuransi kredit.

"Kalau kita melihat asuransi umum terjadi perang harga yang tidak sehat. Sebagai contoh di asuransi kendaraan bermotor, walaupun sudah ada SEOJK Nomor 5 tahun 2017 yang mengatur bahwa batas maksimum komisi hanya 25 persen, tetapi praktik di lapangan perusahaan perusahaan asuransi memberikan komisi sampai 50 persen," katanya.

"Begitu pula, dengan asuransi kredit di mana rate premi yang makin lama makin turun tetapi komisi makin naik dan juga cakupan resiko yang ditanggung makin luas," imbuhnya.

Ia pun mengusulkan perlu dikaji mengenai perlunya klasifikasi perusahaan asuransi umum seperti halnya di industri perbankan, yakni ada kelompok bank modal inti BUKU 1 sampai dengan 4.

Sementara itu, di industri dana pensiun, ia melihat sebagian besar dana pensiun di BUMN mengalami kekurangan pendanaan.

"Juga banyak yang memakai suku bunga aktuaria yang tinggi 8-12 persen. Akibatnya liabilitas seakan-akan jadi lebih rendah. Artinya, kekurangan mungkin lebih besar lagi dan ini harus jadi perhatian kita bersama bagaimana kita mengelola liabilitas dan investasi dana pensiun," tutur Pantro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini