Bisnis.com, JAKARTA – Restrukturisasi kredit yang sempat melonjak akibat Covid-19 terus mengalami tren penurunan seiring dengan pulihnya kepercayaan diri dari para pelaku usaha.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan outstanding restrukturisasi mencapai Rp638,22 triliun per Februari 2022 atau turun Rp16,42 triliun dibandingkan bulan sebelumnya.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan posisi pada akhir 2021, nilai restrukturisasi telah turun sekitar Rp25 triliun dan berkurang Rp192 triliun jika dibandingkan Desember 2020. Adapun, jumlah debitur restrukturisasi mencapai 3,7 juta per Februari 2022.
Penurunan itu didorong oleh restrukturisasi kredit pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang turun Rp6,61 triliun dari Rp251,39 triliun per Januari 2022 menjadi Rp244,78 triliun pada Februari. Jumlah debitur juga turun menjadi 2,84 juta dari 2,96 juta debitur.
Untuk segmen non-UMKM, nilai restrukturisasi kredit perbankan pada Februari 2022 mencapai Rp393,4 triliun atau turun Rp9,32 triliun secara bulanan. Jumlah debitur non-UMKM turut mengalami penurunan dari 910.269 debitur menjadi 857.000.
“Peran restrukturisasi sangat penting menekan tingkat NPL [non-performing loan] dan NPF [non-performing financing] dari bank atau perusahaan pembiayaan sehingga stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dengan baik,” ujar Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot, dikutip Minggu (10/4).
Sekar menambahkan OJK terus mengamati perkembangan kondisi perekonomian dan sektor jasa keuangan. Selain itu, otoritas bersama pemerintah serta stakeholder lainnya terus menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong akselerasi ekonomi nasional.
Di sisi lain, kinerja perbankan hingga Februari 2022 terus menunjukkan tren peningkatan dengan pertumbuhan kredit tumbuh 6,33 persen secara tahunan (year-on-year/YoY) atau 0,93 persen secara bulanan. Seluruh kategori debitur meningkat, terutama UMKM dan ritel.
Secara sektoral, mayoritas sektor utama mencatatkan kenaikan kredit secara bulanan (month-to-month/MtM), terutama perdagangan, manufaktur, dan rumah tangga masing-masing sebesar Rp19,5 triliun, Rp8,8 triliun, serta Rp7,1 triliun.
Selain itu, dana pihak ketiga (DPK) juga mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,11 persen yoy atau naik 0,30 persen mtm berkat kontribusi giro yang naik sebesar Rp30,1 triliun.
KEPERCAYAAN DIRI
Penurunan restrukturisasi kredit di bank juga tecermin dari laporan sejumlah perbankan. Hal itu utamanya didorong meningkatnya kepercayaan diri para pelaku usaha terhadap kondisi ekonomi nasional, serta terkendalinya pandemi Covid-19.
Laporan Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) periode Maret 2022 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi terjaga pada level optimistis. Tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Maret 2022 sebesar 111,0.
Sejalan dengan hal itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. melaporkan restrukturisasi kredit tersisa Rp69,63 triliun per Maret 2022 atau turun Rp2,5 triliun dari posisi akhir 2021, Rp72,13 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan diri dari pelaku usaha.
“Pelaku usaha terdampak mulai semakin percaya diri terhadap prospek kinerja bisnisnya, sehingga sudah dapat melakukan cicilan seperti sebelum pandemi,” ujar Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom kepada Bisnis.
Mucharom menambahkan bahwa ekspansi yang dilakukan emiten bank dengan kode BBNI ini semakin berkualitas, sehingga membuat rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) perseroan turun.
Pada tahun lalu, lanjutnya, BNI mencatatkan penurunan NPL sebesar 60 basis poin secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi 3,7 persen dari sebelumnya 4,30 persen. Adapun, posisi NPL BNI per Maret 2022 telah berada di level 3,46 persen.
Sementara itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. mencatat sepanjang Februari 2022 kredit terdampak Covid-19 tersisa Rp67 Triliun. Dari total kredit itu, segmen wholesale menyumbang Rp32 triliun dan ritel Rp35 triliun.
Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha mengatakan bahwa sejalan dengan ekonomi yang telah mengalami perbaikan, tren outstanding terus mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2021.
Senada, Direktur Utama PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) Daniel Budirahayu mengatakan pulihnya bisnis dalam negeri telah membuat restrukturisasi kredit perseroan terus membaik. Bahkan, sudah ada yang perlu tambahan modal kerja karena meningkatnya permintaan pasar.
Di sisi lain, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) masih terus melakukan kajian secara rutin atas kemampuan pembayaran hutang debitur restrukturisasi.
Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA, Hera F. Haryn, menyatakan perseroan melihat beberapa nasabah di sektor-sektor tertentu, seperti tourism, tekstil, dan konstruksi membutuhkan waktu lebih lama untuk pemulihan.
“Selain itu, hingga saat ini, kami masih melakukan melakukan monitoring secara intens terkait kondisi saat ini menuju pemulihan ekonomi nasional,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel