Ekonomi Inggris Cuma Tumbuh 0,1 Persen per Februari, Efek Perang Rusia-Ukraina?

Bisnis.com,12 Apr 2022, 09:13 WIB
Penulis: Nindya Aldila
rang-orang mengantre di Westminster Bridge untuk menerima vaksin Covid-19 dan dosis booster) di pusat vaksinasi walk-in di Rumah Sakit Saint Thomas di London, Inggris, (14/12/2021)./Antara-Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Inggris melemah di bawah ekspektasi akibat melandainya produksi industri dan konstruksi.

Dilansir Bloomberg pada Senin (11/4/2022), pertumbuhan ekonomi Inggris hanya 0,1 persen per Februari, dibandingkan dengan 0,8 persen pada Januari, berdasarkan Statistik Nasional.

Sementara itu, para ekonom memproyeksikan pertumbuhan sekitar 0,2 persen. Pertumbuhan naik 1,5 persen dibandingkan Februari 2020 sebelum pandemi melanda.

Sektor manufaktur menurun secara tidak terduga yang dipicu kelangkaan yang menahan produksi dari pabrik otomotif.

Hal ini merefleksikan gejolak dalam rantai pasok global yang tersisa dari pandemi yang berpotensi memburuk akibat perang di Ukraina.

"Ekonomi Inggris kehilangan tenaga bahkan sebelum terkena dampak oleh invasi Rusia di Ukraina. Perlambatan pada Februari akan memulai pertumbuhan yang lemah berkepanjangan," ujar Kepala Ekonom Kamar Dagang Inggris Suren Thiru.

Adapun sektor konstruksi jatuh pada bulan ini, didorong oleh penurunan perbaikan dan pemeliharaan.

Badai yang terjadi pada 16 - 21 Februari juga berdampak pada penundaan beberapa proyek. Para kontraktor juga mengatakan mereka mengalami kesulitan mendapatkan material.

Kenaikan PDB yang mencerminkan berlanjutnya pelonggaran pembatasan virus corona, membuat Inggris bakal tumbuh sekitar 1 persen pada kuartal pertama.

Namun, lonjakan harga energi dan inflasi akan memberikan pukulan pada rumah tangga tahun ini.

"Dari sini, krisis biaya hidup dan perang di Ukraina akan berarti perlambatan aktivitas. Tapi kami ragu itu akan cukup untuk menghalangi Bank of England menaikkan suku bunga pada Mei," ujar analis Bloomberg Economics Dan Hanson.

Namun, Hanson beranggapan prospek pertumbuhan yang lemah bisa jadi akan diikuti dengan penghentian siklus kenaikan bank sentral pada paruh kedua.

Sementara itu, inflasi di Inggris memuncak hingga 8,1 persen pada kuartal II, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 7,6 persen. Inflasi kali ini menjadi yang tercepat sejak 1991.

Ekonom utama CBI Alpesh Paleja mengatakan tantangan jangka pendek telah meningkat dalam jangka pendek dan krisis biaya hidup terus meningkat akan membebani pertumbuhan.

"Bisnis juga bergulat dengan tantangan dari konflik Ukraina, yang memperburuk tekanan biaya dan gangguan rantai pasokan," ujarnya.

Poundsterling jatuh di bawah US$1,30 untuk hari kedua, turun 0,2 persen menjadi US$1,2993.

Bank of England diperkirakan akan menaikkan suku bunga lebih lanjut tahun ini, membawa biaya pinjaman acuan ke level tertinggi sejak krisis keuangan.

Pertumbuhan ekonomi Inggris diperkirakan rata-rata 0,3 persen per kuartal untuk sisa tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini