Bisnis.com, JAKARTA – Riset McKinsey mengungkapkan Indonesia membutuhkan 9 juta talenta digital selama periode 2015–2030.
Artinya, Indonesia harus dapat melahirkan 600.000 talenta digital secara rata-rata setiap tahunnya. Namun, dari kebutuhan tersebut, perguruan tinggi di Indonesia hanya mampu memenuhi sekitar 100.000-200.000 talenta digital, yang berarti ada gap sekitar 400.000-500.000 talenta digital.
Gap tersebut berpotensi menghambat proses transformasi digital perusahaan di berbagai industri, termasuk perbankan.
Peneliti Insitute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan saat ini kebutuhan talenta digital pada industri keuangan sangat tinggi. Perbankan harus bersaing langsung dengan fintech untuk mendapatkan tenaga kerja.
Merujuk pada survei Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) 2018, Huda menjelaskan bahwa 60 persen lebih perusahaan yang bergerak di bidang fintech masih memiliki kekurangan tenaga di bidang data analisis dan programmer. Secara rinci, gap keterampilan utama yang dialami industri sebesar 60,9 persen pada pemrograman dan 69,6 persen pada data dan analisa.
Dia menerangkan salah satu penyebab terjadinya hal tersebut adalah minimnya integrasi antara dunia pendidikan dengan Information Communication Technology (ICT) atau Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
“Siswa SD-SMP kita masih banyak yang belum mengenal internet [kondisi sebelum pandemi]. Baru sekitar 30 persen saja yang mengerti apa itu internet, kegunaannya apa saja. Bandingkan dengan Singapura dan Malaysia yang hampir 100 persen pada periode yang sama,” tuturnya.
Oleh karena itu solusi jangka panjang adalah memberikan edukasi TIK sedini mungkin kepada pelajar. Dengan demikian talenta digital masa depan memiliki pondasi yang kuat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel