Bank Diproyeksi Genjot Penyaluran Kredit pada Kuartal II/2022

Bisnis.com,13 Apr 2022, 16:39 WIB
Penulis: Dionisio Damara
Karyawan menghitung mata uang rupiah di salah satu cabang MNC Bank, Jakarta. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Industri perbankan dinilai masih bersikap wait and see dalam mendorong penyaluran kredit pada kuartal I/2022. Namun, pada kuartal kedua, kinerja kredit diperkirakan bakal meningkat.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa realisasi DPK per Februari 2022 meneruskan pertumbuhan double digit sebesar 11,11 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), yang didorong oleh kenaikan giro sebesar Rp30,1 triliun.

Sementara itu, penyaluran kredit tumbuh 6,3 persen. Pertumbuhan penyaluran kredit perbankan pada Februari lalu ditopang oleh kredit UMKM, ritel dan korporasi dengan kenaikan masing masing sebesar 8,75 persen serta 5,83 persen.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menilai tingginya pertumbuhan DPK yang melampaui kinerja kredit menunjukkan bahwa perbankan masih melihat situasi ekonomi baik dari sisi domestik maupun global.

“Bank masih wait and see untuk melihat seperti apa di awal tahun. Nanti, setelah kuartal I/2022, perbankan akan lebih jorjoran menyalurkan kredit, terutama konsumen, karena ini juga mendekati momen Lebaran,” ujar Amin kepada Bisnis, Rabu (13/4/2022).

Dia menambahkan bahwa longgarnya likuiditas perbankan saat ini sifatnya sementara. Menurutnya, setelah melewati kuartal I/2022, masyarakat akan mulai melakukan transaksi.

“Dengan demikian DPK akan mulai melandai, sementara kreditnya akan naik setelah itu, entah untuk menutupi kebutuhan atau investasi,” kata Amin.

Sebagai catatan, OJK pada tahun ini menargetkan kredit perbankan mampu tumbuh sebesar 7,5 persen secara tahunan sementara DPK naik di rentang 10 persen. Target ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksi mencapai 5,2 persen pada 2022.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan ketahanan perbankan masih cukup kuat, didukung oleh tingkat permodalan yang tinggi di level 25,8 persen.

Selain itu, likuiditas juga longgar di tengah meningkatnya ketegangan konflik geopolitik Rusia dan Ukraina, serta percepatan normalisasi kebijakan moneter bank sentral dunia.

Purbaya menuturkan per Februari 2022, total aset perbankan tumbuh 10,3 persen secara tahunan Hal ini ditopang oleh DPK yang tumbuh 11,1 persen yoy, sementara kredit naik 6,3 persen yoy.

“Pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dari pertumbuhan kredit membuat likuiditas perbankan masih longgar dengan loan to deposit ratio [LDR] di level 78,0 persen,” ujar Purbaya dalam acara Silaturahmi LPS dan Perbankan di Jakarta.

Dia melanjutkan bahwa hal itu juga tercermin pada tingginya aset likuid bank, yang didominasi oleh penempatan pada SBN (Surat Berharga Negara) dan di Bank Indonesia.

Dari sisi kualitas aset, lanjutnya, kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross terjaga di level 3,1 persen. Namun, kondisi tersebut masih dibayangi oleh potensi peningkatan risiko kredit dari kredit yang direstrukturisasi dan kredit kolektibilitas.

LPS mencatat saat ini rasio loan at risk (LAR) sebesar 19,8 persen dan rasio kredit restrukturisasi sebesar 16,4 persen. Apabila dibandingkan dengan tahun 2020, rasio risiko kredit tersebut telah menunjukkan tren perbaikan.

Adapun, sebagai bentuk mitigasi risiko kredit, perbankan terus memupuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) secara bertahap yang telah mencapai Rp353,7 triliun per Februari 2022. Alhasil, rasio coverage CKPN terhadap NPL relatif tinggi mencapai 199,4 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini