Bisnis.com, JAKARTA – Bank DBS pada tahun ini berkomitmen memberikan pinjaman yang berhubungan dengan keberlanjutan atau sustainability-linked loans sebesar US$12,4 miliar atau sekitar Rp130 triliun dan pinjaman hijau sebesar US$6,9 miliar.
“Secara kumulatif, kami memiliki komitmen dalam segi transaksi keuangan berkelanjutan sebesar US$39,4 miliar, berbanding terbalik dengan target kami pada 2024 yaitu US$50 miliar,” ujar Managing Director IBG Sustainability DBS Group, Yulanda Chung, kepada Bisnis baru-baru ini.
Yulanda mengatakan DBS kembali menempati peringkat teratas dalam tabel liga pinjaman Asia Pasifik (kecuali Jepang) pada 2022, yang berkaitan dengan pinjaman hijau dan keberlanjutan.
Selain itu, Bank DBS juga telah menyiapkan sejumlah strategi jangka pendek dan menengah untuk mendorong pengembangan ekonomi hijau atau green economy oleh perbankan.
“Kami telah membuat progres yang signifikan, baik dari segi aturan pinjaman hingga pengembangan portofolio, misalnya, komitmen kami untuk keluar dari industri batu bara, dan pertumbuhan portofolio dalam bidang keuangan terbarukan,” pungkasnya.
Yulanda mengatakan DBS telah menetapkan arahan yang jelas untuk pencapaian jangka pendek dan menengah. Langkah pertama adalah menangani intensitas karbon di portofolio DBS. Langkah kedua semakin menumbuhkan keyakinan adanya lajur transisi bagi beragam industri.
DBS menerapkan skenario yang digunakan secara global, seperti oleh Network for Greening the Financial System (NGFS) atau International Energy Agency (IEA).
“Secara gamblang kami menyatakan bahwa ini adalah pekerjaan yang masih dalam proses dan tentunya akan memiliki beragam efek untuk setiap negara. Tetapi, lajur-lajur ini menuntun kami akan apa yang harus kami lakukan dan kapan kami harus melakukan hal tersebut,” tuturnya.
Ketiga, menetapkan menetapkan taksonomi yang membagi aktivitas keberlanjutan dan transisi berdasarkan sektornya. Hal ini tertuang dalam dokumen Sustainable and Transition Finance Framework and Taxonomy yang dimiliki DBS.
Yulanda menyebutkan bahwa dokumen tersebut sebagai panduan dalam interaksi bersama nasabah guna membantu menetapkan strategi transisi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, dan membangun ketangguhan akan perubahan iklim.
Langkah keempat, mengintegrasikan Environmental, Social, and Governance (ESG) ke dalam kerangka manajemen risiko dan perencanaan strategi. “Kami sedang mengembangkan model kuantitatif untuk menilai risiko terkait isu iklim dalam membuat kerangka tersebut.”
Kelima, kata Yulanda, DBS secara aktif mengurangi jejak karbon dalam operasional perusahaan, yang akan dikurangi sampai dengan emisi nol bersih pada tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel