Ekspor RBD Palm Olein Disetop, Distribusi Minyak Goreng Masih Jadi PR

Bisnis.com,26 Apr 2022, 15:48 WIB
Penulis: Reni Lestari
Sejumlah warga antre untuk membeli minyak goreng kemasan saat operasi pasar minyak goreng murah di Halaman Kantor Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (11/1/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Penyetopan ekspor refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein sebagai bahan baku minyak goreng ternyata bukan jaminan bisa menyelesaikan masalah distribusi yang macet di pasaran.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohamad Faisal mengatakan kebijakan ini hanya akan memastikan kecukupan suplai bahan baku dari hulu. Masalah distribusi, tetaplah menjadi persoalan terpisah yang juga harus diurai benang kusutnya.

"Permasalahan yang harus dikorek dan dipecahkan antara produsen sampai ke retailer sampai ke konsumen, yaitu masalah distribusi, yang tetap baru dicari bottleneck-nya dimana," kata Faisal saat dihubungi, Selasa (26/4/2022).

Namun demikian, dia mengakui bahwa pelarangan ekspor RBD palm olein lebih baik dibandingkan dengan penyetopan ekspor CPO seperti yang dinyatakan Presiden Joko Widodo pekan lalu. Kebijakan ini memastikan cabang industri lain terkait CPO tidak ikut terkena larangan ekspor.

Terlebih, ekspor dalam bentuk CPO sudah semakin berkurang dan sebagian besar sudah berupa produk turunan, salah satunya RBD palm olein.

Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan ekspor RBD palm olein sepanjang tahun lalu mencapai 12,73 juta ton dengan nilai US$13,40 miliar. Adapun, produksi untuk konsumsi dalam negeri sebesar 8,30 juta ton.

Sebelumnya, larangan ekspor akan mulai berlaku pada 28 April 2022 dan dikenakan pada tiga harmonized system (HS) code yang terkait dengan RBD palm olein yakni HS.1511.90.36, HS.1511.90.37, dan HS.1511.90.38.

"Dengan hanya melarang [ekspor] RBD saja sudah cukup, dan RBD palm olein selama ini sebagian besar diekspor dibandingkan [untuk kebutuhan] di dalam negeri," ujarnya.

Ke depan, lanjutnya, pemerintah perlu memastikan pengawasan distribusi minyak goreng dari produsen sampai ke tingkat konsumen berjalan sehingga tidak terjadi kemacetan. Hal itu diharapkan seiring dengan proses hukum dari kasus suap ekspor minyak goreng yang berada di Kejaksaan Agung.

"Tetap harus diawasi, tidak cukup dengan larangan ekspor saja," kata Faisal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini