Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja keuangan bank digital, yakni PT Bank Jago Tbk. (ARTO) dan PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) sepanjang kuartal I/2022 tercatat mengalami pertumbuhan, tecermin dari laju kenaikan penyaluran kredit yang tumbuh signifikan.
Bank Jago, misalnya, tercatat menyalurkan kredit dan pembiayaan syariah senilai Rp6,14 triliun pada kuartal I/2022. Capaian ini naik hampir 5 kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Terkait hal tersebut, Direktur Kepatuhan sekaligus Sekretaris Perusahaan Bank Jago Tjit Siat Fun menyatakan bahwa perseroan optimistis menyambut kuartal II/2022. Menurutnya, hal ini disebabkan ekonomi nasional yang semakin pulih dari pandemi Covid-19.
Selain itu, proyeksi tersebut juga didukung oleh berbagai data ekonomi yang menunjukkan pemulihan ekonomi Indonesia semakin cepat.
“Untuk mendukung pemulihan ekonomi, kami memproyeksi kredit dan pembiayaan syariah pada tahun ini dapat tumbuh sekitar 30 sampai dengan 40 persen,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Jumat (29/4/2022).
Sementara itu, Allo Bank, emiten bank milik taipan Chairul Tanjung, membukukan pertumbuhan kredit sebesar 119 persen. Kredit yang diberikan naik dari Rp2,2 triliun per 31 Desember 2021 menjadi Rp4,81 triliun pada posisi 31 Maret 2022.
Dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), Allo Bank juga mengalami kenaikan sebesar 31 persen sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd) menjadi Rp2,7 triliun per Maret 2022.
Kenaikan DPK tersebut berasal dari dana murah (current account saving account/CASA) yang mencapai Rp325,7 miliar. Capaian ini meningkat 21 persen ytd dari posis pada Desember 2021, yang membukukan Rp269,3 miliar.
Dengan demikian, total aset yang dimiliki Allo Bank juga naik signifikan sebesar 103 persen ytd atau dari Rp4,6 triliun pada 31 Desember 2021 menjadi Rp9,4 triliun.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai meningkatnya penyaluran kredit bank digital pada kuartal I/2022 terjadi karena berangkat dari basis yang rendah. Hal ini membuat pertumbuhan kredit bank digital cukup eksponensial.
“Mungkin karena start dari kecil, sehingga terjadi lonjakan kredit. Semisal, sampai di atas Rp5 triliun, kenaikannya sangat signifikan bagi bank digital,” kata Bhima.
Menurut Bhima, ada dua tantangan utama bagi bank digital untuk mempertahankan laju penyaluran kredit sepanjang tahun 2022 yakni mendorong kemampuan bank untuk melakukan penetrasi pinjaman ke luar Pulau Jawa dan menyasar sektor-sektor baru.
“Penetrasi pinjaman kredit ke luar wilayah Jawa itu masih terbatas mungkin karena bank digital mengandalkan jaringan internet, kemudian juga masalah terhambatnya koneksi internet di wilayah tertentu di luar Jawa,” pungkasnya.
Bhima menambahkan bahwa harapan yang disematkan kepada bank digital untuk menyalurkan pinjaman secara lebih besar kepada sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) turut menjadi tantangan.
Tantangan ini terjadi, lanjutnya, karena risiko penyaluran pinjaman ke UMKM sebagian masih dipersepsikan tinggi. Pada saat bersamaan, bank digital juga menetapkan aturan tinggi terhadap profil peminjam guna mengantisipasi lonjakan kredit macet.
“Tantangan lainnya, secara sektoral, untuk masuk ke sektor pertanian, perikanan dan pertambangan itu dianggap bukan keahlian bisnis dari bank digital. Jadi, bank digital lebih memilih masuk ke sektor perdagangan ataupun ke sektor industri dan jasa digital,” ujar Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel