Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menyiapkan strategi khusus guna menghadapi berakhirnya masa restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 pada Maret 2023.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan perseroan telah memiliki strategi khusus dalam mengelola portofolio kredit restrukturisasi, jika stimulus tersebut tidak kembali diperpanjang dan berakhir pada tahun depan.
Langkah pertama yang dilakukan perseroan adalah menerapkan early warning signal dan memantau kondisi debitur secara ketat dan berkala. Langkah ini guna mengantisipasi penurunan kualitas kredit dan penentuan rencana aksi yang cocok pada debitur dengan potensi bermasalah.
“Bank juga telah melakukan stress test secara berkala terhadap potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi dan pengaruhnya terhadap kondisi likuiditas dan permodalan Bank Mandiri, serta kemungkinan apabila ada kebutuhan tambahan pencadangan untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi,” ujarnya, baru-baru ini.
Bank Mandiri, lanjutnya, juga terus mengoptimalisasi peran tim manajemen aset khusus dalam melakukan restrukturisasi secara komprehensif, terutama untuk debitur korporasi dan komersial. Perseroan juga berupaya melakukan recovery pada debitur yang mungkin bakal bermasalah setelah masa relaksasi berakhir.
Sebagaimana diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperpanjang masa kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit perbankan dari Maret 2022 menjadi Maret 2023. Hal ini dilakukan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Sampai dengan Maret 2022, portofolio restrukturisasi kredit Covid-19 Bank Mandiri telah mencapai Rp67,7 triliun atau hanya sekitar 8 persen dari total kredit secara bank only. Angka ini turun jauh dari posisi Juni 2021, yang saat itu mencapai Rp96,5 triliun.
Siddik mengatakan dari segi kualitas aset, hanya 2,45 persen dari total portofolio kredit restrukturisasi yang jatuh menjadi non-performing loan (NPL) per Maret 2022.
Dia menambahkan bahwa sampai dengan 2023 tren penurunan restrukturisasi kredit diperkirakan bakal terus berlanjut seiring membaiknya kondisi makro ekonomi, serta proses debitur yang sudah selesai program restrukturisasi.
Untuk menghadapi potensi pemburukan kualitas kredit selama masa relaksasi, Bank Mandiri telah menyiapkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sesuai dengan potensi profil risiko debitur restrukturisasi.
“Jadi, setiap debitur Covid-19 kami klasifikasikan apakah itu high risk account, medium risk account, atau low risk account, dan jumlah pencadangan tergantung kepada segmentasi tersebut,” kata Siddik.
Sementara itu, berdasarkan OJK hingga Februari 2022, outstanding restrukturisasi mencapai Rp638,22 triliun atau telah berkurang Rp192 triliun dibandingkan dengan Desember 2020. Jumlah debitur restrukturisasi mencapai 3,7 juta per Februari 2022.
Penurunan restukturisasi berasal dari usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang turun Rp6,61 triliun dari Rp251,39 triliun per Januari 2022 menjadi Rp244,78 triliun pada Februari. Jumlah debitur juga turun menjadi 2,84 juta dari 2,96 juta debitur.
Untuk segmen non-UMKM, nilai restrukturisasi kredit perbankan pada Februari 2022 mencapai Rp393,4 triliun atau turun Rp9,32 triliun secara bulanan. Jumlah debitur non-UMKM turut mengalami penurunan dari 910.269 debitur menjadi 857.000.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel