Revisi Pencairan Manfaat Jaminan Hari Tua, Dinilai Tidak Ganggu Kinerja BPJS

Bisnis.com,06 Mei 2022, 04:01 WIB
Penulis: Denis Riantiza Meilanova
Karyawati beraktivitas di salah satu kantor cabang BPJamsostek di Jakarta (24/1/2022). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA – Revisi aturan pencairan manfaat JHT melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dinilai tidak akan mengganggu kinerja BPJS Ketenagakerjaan.

Sebagaimana diketahui, pemerintah mengembalikan ketentuan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) sebagaimana ketentuan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.

Dengan revisi tersebut, pencairan manfaat JHT tidak perlu menunggu saat usia peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 56 tahun sebagaimana yang diatur dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.

Manfaat JHT bagi peserta yang mengundurkan diri dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak diterbitkan keterangan pengunduran diri dari pemberi kerja.

Pemerintah menambah aturan baru dalam Permenaker Nomor 4 Tahun 2022, yakni bagi pekerja PKWT/kontrak, manfaat JHT dapat dibayarkan pada saat berakhirnya jangka waktu dalam perjanjian kerja. Kemudian bagi peserta bukan penerima upah (BPU), manfaat JHT dapat dibayarkan pada saat peserta berhenti bekerja.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai dikembalikannya aturan pencairan JHT seperti ketentuan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tidak akan menganggu solvensi dana JHT. Sebab, rasio klaim JHT dalam setahun masih berada pada kisaran 70 persen.

"Aturan JHT dikembalikan tidak pengaruhi solvensi dana JHT karena kemampuan bayar cukup tinggi. Dihitung dari rasio klaim dalam setahun itu 70 persen, ini di masa-masa Covid-19, banyak PHK. Mungkin nanti ketika endemi bisa jadi turun ke 60 persen karena PHK berkurang," kata Timboel kepada Bisnis, dikutip Kamis (5/5/2022).

Menurutnya, dampak revisi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 akan lebih dirasakan oleh peserta JHT. Dengan aturan JHT dapat dicairkan bagi peserta yang terkena PHK dan mengundurkan diri membuat BPJS Ketenagakerjaan harus menempatkan dana JHT pada instrumen investasi jangka pendek untuk mengantisipasi membayar klaim jangka pendek.

Investasi pada instrument jangka pendek, kata Timboel, cenderung memiliki imbal hasil lebih kecil sehingga hasil dari pengembangan dana JHT yang diterima peserta juga akan lebih rendah.

"BPJS Ketenagakerjaan tidak mungkin menaruh dana JHT ke instrumen investasi menengah panjang karena rasio klaim tinggi, kena PHK diambil. Sebenarnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 kemarin selain memastikan kita memiliki tabungan di masa tua, kita dipastikan dapat imbal hasil makin besar," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Pandu Gumilar
Terkini