Angka Infeksi Covid-19 Landai, Sri Mulyani Berencana Ubah Postur APBN 2022

Bisnis.com,11 Mei 2022, 15:05 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan dalam konferensi pers Realisasi APBN 2021 di Jakarta, Senin (3/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menyatakan akan mengubah postur anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2022 seiring dinamika kondisi saat ini, terutama karena kasus Covid-19 yang relatif melandai.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pemerintah membuka alokasi APBN yang cukup besar untuk penanganan pandemi Covid-19 sejak 2020. Meredanya penularan kasus tersebut membuat anggaran penanganan pandemi perlahan dapat beralih ke fungsi lain.

Dia menyebut bahwa pemerintah akan menyesuaikan belanja program pemulihan ekonomi nasional (PEN), yang menjadi bantalan perekonomian dan masyarakat dari dampak pandemi Covid-19. Hal tersebut tertuang dalam penyesuaian APBN yang akan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Postur APBN-nya berubah. Nah, dalam dua bulan ke depan kami akan bicara dengan DPR, kami sudah bicara di sidang kabiner bagaimana postur APBN pada 2022 ini akan bergerak berubah," ujar Sri Mulyani dalam wawancara dengan televisi swasta, Selasa (11/5/2022) malam.

Dalam sidang kabinet terbatas pada Kamis (14/4/2022), di hadapan Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, dan para menteri lainnya Sri Mulyani menyebut bahwa pergerakan anggaran kesehatan bergantung kepada kondisi pandemi Covid-19. Hal itu pun akan menjadi landasan bagi pemerintah dalam menyesuaikan APBN 2022.

Sri Mulyani pun menyebut bahwa tingginya inflasi dan gejolak perekonomian global akibat invasi Rusia ke Ukraina akan memengaruhi APBN. Aspek penerimaan akan meningkat seiring tingginya harga komoditas, begitu pun belanja yang naik seperti karena beban subsidi yang tinggi.

Dia bahkan memperhitungkan konflik Rusia dan Ukraina mungkin membawa dampak hingga 2023, yang akan memengaruhi rencana APBN tahun depan. Konflik itu menyebabkan pengetatan kebijakan moneter baik dari sisi likuiditas maupun suku bunga, sehingga berpotensi menimbulkan volatilitas arus modal dan nilai tukar.

"Ini real dan dampaknya luar biasa. Ini menjadi risiko baru yang harus kita waspadai," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini