Begini Bacaan BI atas Kebijakan Suku Bunga The Fed pada 2022

Bisnis.com,24 Mei 2022, 17:45 WIB
Penulis: Maria Elena
Logo bank central Amerika Serikat atau The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat, Minggu (19/12/2021). Bloomberg/Samuel Corum

Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan kenaikan suku bunga acuan the Fed atau Fed Funds Rate (FFR) akan mencapai 250 basis poin hingga akhir 2022.

“Sehingga FFR keseluruhan bisa mencapai 2,75 persen pada akhir 2022,” katanya dalam konferensi pers virtual, Selasa (23/5/2022).

Sementara itu, Perry memperkirakan kenaikan suku bunga acuan the Fed masih akan berlanjut pada 2023 dengan kenaikan sebesar 50 basis poin menjadi 3,25 persen.

Kenaikan suku bunga acuan the Fed tersebut tentunya akan mengerek tingkat suku bunga US Treasury lebih tinggi.

Menurut Perry, kenaikan suku bunga US Treasury 10 tahun berpotensi mencapai kisaran 3,45 persen hingga 3,5 persen.

Kenaikan suku bunga US Treasury tersebut akan berimbas pula pada kenaikan tingkat imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN).

Meski demikian, dampak dari kenaikan suku bunga US Treasury ke SBN kata Perry tidak akan signifikan. Pasalnya, kepemilikan asing pada SBN mengalami penurunan yang signifikan selama masa pandemi Covid-19.

Adapun, BI mencatat aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik tertahan seiring ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi.

Investasi portofolio mencatatkan net outflows pada kuartal II/2022 atau hingga 20 Mei 2022 sebesar US$1,2 miliar.

Dengan perkembangan tersebut, nilai tukar rupiah pada 23 Mei 2022 terdepresiasi 1,20 persen dibandingkan dengan akhir April 2022, atau terdepresiasi 2,87 persen dibandingkan dengan level akhir 2021.

Perry menyampaikan, depresiasi tersebut relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India 4,11 persen, Malaysia 5,10 persen, dan Korea Selatan 5,97 persen.

 Bank Indonesia optimistis, stabilitas nilai tukar rupiah ke depan akan tetap terjaga didukung oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap baik, terutama oleh lebih rendahnya defisit transaksi berjalan dan pasokan valas dari korporasi yang terus berlanjut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hafiyyan
Terkini