Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian BUMN mengusulkan penambahan penyertaan modal negara (PMN) tunai kepada PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re senilai Rp3 triliun.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan, tambahan PMN tunai untuk RAPBN Tahun Anggaran 2023 tersebut ditujukan untuk pengembangan usaha Indonesia Re dalam rangka perbaikan tingkat kesehatan untuk mendapatkan rating internasional guna penguatan kapasitas bisnis perusahaan.
"Tambahan permodalan dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas maupun meng-cover klaim ratio yang tinggi karena Covid dan karena peningkatan klaim di asuransi kredit," ujar pria yang akrab disapa Tiko itu dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN, Selasa (7/6/2022).
Menanggapi usulan tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Harris Turino berharap bila permodalan Indonesia Re diperkuat, perseroan dapat menyerap pengalihan risiko dari perusahaan-perusahaan asuransi di Indonesia.
"Idenya bagus sekali bahwa reasuransi dijalankan kepada perusahaan Reasuransi Indonesia. Tadi butuh dana sekitar Rp3 triliun. Apakah sudah dilakukan analisa berapa banyak perusahaan-perusahaan asuransi di Indonesia yang bisa dipaksa untuk mereasuransi ke perusahaan kita apabila Indonesia Re diperkuat? Kalau sudah ada analisanya ini akan jauh lebih bagus," kata Harris.
Adapun, kinerja Indonesia Re sepanjang 2021 memang menunjukkan sejumlah penurunan. Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi Indonesia Re 2021, perseroan tercatat membukukan rugi bersih senilai Rp517,86 miliar. Sementara itu, tahun lalu perseroan mencatatkan laba bersih senilai Rp104,05 miliar.
Pendapatan premi bruto perseroan sepanjang 2021 tercatat mencapai Rp5,12 triliun atau turun tipis sebesar 1,16 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp5,18 triliun.
Lebih lanjut, jumlah premi reasuransi yang dicatatkan perseroan mengalami kenaikan 11,79 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), sehingga perseroan membukukan penurunan premi neto sebesar 8,97 persen yoy menjadi Rp2,94 triliun.
Sementara itu, klaim bruto perseroan tercatat meningkat 6,52 persen yoy menjadi Rp4,41 triliun pada 2021, dari sebelumnya Rp4,14 triliun pada 2020.
Alhasil, sepanjang tahun lalu, jumlah pendapatan underwriting perseroan senilai Rp2,98 triliun tak mampu menutup jumlah beban underwritingnya yang mencapai Rp3,32 triliun. Perseroan pun membukukan hasil underwriting minus Rp343,01 miliar.
Di sisi neraca, reasuransi pelat merah ini memiliki jumlah aset senilai Rp11,13 triliun per 31 Desember 2021. Nilai ini tumbuh 6,1 persen dibandingkan posisi per 31 Desember 2020 yang mencapai Rp10,49 triliun. Sedangkan jumlah ekuitas perseroan di 2021 mencapai Rp2,75 triliun atau turun 19,82 persen yoy.
Dari sisi indikator kesehatan keuangan, rasio pencapaian solvabilitas perseroan tercatat mengalami penurunan menjadi 145,38 persen di 2021, dari sebelumnya sebesar 214,9 persen di 2020.
Pada April 2022, Fitch Ratings Indonesia telah menurunkan peringkat Insurer Financial Strength (IFS) Indonesia Re ke BB+ (cukup lemah) dari BBB- (baik). Di saat yang bersamaan, Fitch telah menurunkan peringkat nasional IFS perusahaan ke AA-(idn) dari ‘AA(idn). Outlook adalah negatif.
Fitch menyatakan, penurunan peringkat mencerminkan penurunan signifikan pada posisi kapital dan kinerja keuangan perusahaan disebabkan oleh kerugian yang berkaitan dengan pencadangan karena pandemi Covid-19 dan beban-beban yang berhubungan dengan sengketa pajak berdasarkan laporan keuangan yang belum diaudit tahun 2021.
Outlook negatif melingkupi tingginya risiko terhadap posisi kapital dan kinerja keuangan Indonesia Re, dan melemahnya kemampuan membayar utang karena volatilitas keuangan yang disebabkan oleh pandemi, yang dapat menyebabkan klaim yang tinggi dari bisnis jiwa, termasuk kesehatan dan kredit jiwa, dan bisnis asuransi kredit di dalam segmen umum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel