Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan teknologi finansial (tekfin/fintech) asal Singapura, Jenfi resmi meluncur di Indonesia untuk memperkenalkan produk pinjaman berbasis pendapatan atau revenue-based financing.
Jeffrey Liu, Co-Founder dan CEO Jenfi optimistis solusi pendanaan alternatif ini cocok untuk pelaku bisnis di Indonesia yang tengah membidik aktivitas pertumbuhan. Misalnya, terkait pemasaran dan iklan, inventaris aset, sampai peluncuran kampanye tertentu atau produk terbaru.
"Kami ingin memperkenalkan metode pembiayaan yang fleksibel, terutama di tengah kebutuhan pengguna mengejar pertumbuhan bisnisnya lagi setelah sebelumnya mengalami tren slow-down akibat pandemi Covid-19, namun mereka juga sedang kehilangan akses terhadap pembiayaan konvensional," ujarnya dalam diskusi secara daring bersama media selepas acara peluncuran Jenfi, Senin (6/6/2022).
Sebagai contoh, apabila pengguna Jenfi membutuhkan pinjaman untuk merealisasikan rencana promosi produk barunya lewat iklan, pengguna dimungkinkan membayarkan cicilan yang disesuaikan dengan hasil pendapatan dari aktivitas tersebut.
Namun, sebelum mendapatkan persetujuan, mesin penilaian risiko milik Jenfi mampu menentukan kelayakan kredit suatu bisnis, serta sanggup membandingkan seberapa efisien bisnis tersebut jika dibandingkan dengan pengeluarannya untuk aktivitas pertumbuhan.
Jeffrey menjelaskan saat ini pihaknya beroperasi di Indonesia lewat bekerja sama dengan entitas pembiayaan, seperti multifinance dan fintech, kemudian menghubungkan mereka dengan pelaku bisnis yang membutuhkan permodalan lewat revenue-based financing.
"Indonesia adalah pasar yang sangat menarik bagi Jenfi, mengingat populasinya yang besar dan segmen e-commerce yang berkembang dan belum mendekati puncaknya," ungkap Jeffrey.
Fachri Bayu, Indonesia Growth Lead Jenfi menambahkan bahwa salah satu keunggulan Jenfi, yaitu mengedepankan integrasi data dengan layanan pertumbuhan Facebook, Instagram, LinkedIn, atau layanan periklanan Google, serta akun pendapatan bisnis pada layanan seperti Shopify, Stripe, Braintree, Lazada, Shopee, dan Tokopedia.
Alhasil, pelaku bisnis bisa mendapatkan akses pembayaran cicilan yang lebih fleksibel tanpa memerlukan jaminan dan agunan, karena Jenfi punya kemampuan mengukur secara otomatis bagaimana kondisi bisnis dan pendapatan pengguna dalam suatu waktu tertentu.
"Misalnya, ketika pengguna setuju menyisihkan 10 persen dari pendapatannya untuk membayar cicilan, apabila ada bulan di mana pendapatan sedang turun, cicilan yang dibayarkan bisa menyesuaikan. Jadi jangka waktunya bukan seperti tenor dalam pembiayaan konvensional, tapi yang kami kejar itu target repayment," jelasnya.
Adapun, Jenfi memprioritaskan pinjaman tersalurkan kepada perusahaan digital-native di Tanah Air yang berminat untuk berpartner dengan Jenfi dalam jangka panjang, termasuk startup, perusahaan B2B, B2C, dan SaaS.
Hal ini seiring dengan karakter revenue-based financing yang kuat dengan nuansa saling percaya dan saling menguntungkan. Jenfi pun sudah berpengalaman menjadi mitra startup di Asia Tenggara, seperti Tier One Entertainment, Pay With Split, dan Homebase.
Sebagai informasi, Jenfi beroperasi sebagai Growth Capital as a Service (GCaaS) yang mendapatkan putaran pendanaan terbarunya di Seri A sebesar US$6,3 juta pada kisaran September 2021. Sebelum merambah Indonesia, Jenfi telah beroperasi di Singapura, Malaysia dan Vietnam.
Turut hadir dalam diskusi ini, Justin Louie, Co-founder dan CTO Jenfi, serta Hidayat, perwakilan mitra pengguna Jenfi di Indonesia dari startup aplikasi pencarian restoran dan daftar makanan Qraved.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel