Beban Promosi Bank Digital BBYB hingga ARTO Menggunung, Siapa yang Paling Tinggi?

Bisnis.com,07 Jun 2022, 16:38 WIB
Penulis: Rika Anggraeni
Nasabah melakukan transaksi melalui aplikasi Allo Bank di Jakarta, Selasa (4/1/2022). /Bisnis-Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Tahun ini perperangan bank digital di Indonesia semakin sengit. Tidak heran sejumlah perusahaan terlihat jorjoran menggelontorkan promosi demi menggaet nasabah.

PT Bank Neo Commerce Tbk. menjadi bank digital yang paling royal memberikan promosi pada April 2022. Bank digital dengan sandi saham BBYB melaporkan anggaran promosi membengkak lebih dari 100 kali lipat, menjadi Rp190,83 miliar. 

Selanjutnya, PT Bank Aladin Syariah Tbk. atau BANK menempati posisi kedua dengan kenaikan mencapai 3.754 persen secara tahunan, menjadi Rp5,28 miliar. 

Tak mau kalah, di posisi ketiga, PT Allo Bank Indonesia Tbk. milik taipan Chairul Tanjung alias CT juga melakukan promosi besar-besaran saat peluncuran Allo Bank melalui Allo Bank Festival 2022 yang dihelat selama tiga hari pada 20-22 Mei 2022 di Istora Senayan, Jakarta. Dalam penyelenggaraannya, emiten berkode BBHI ini menghadirkan boy band dan girl band asal Korea Selatan, NCT Dream dan Red Velvet, untuk menarik antusiasme calon nasabah. 

Mengutip laporan publikasi perusahaan, beban promosi Allo Bank meningkat 767 persen secara tahunan, menjadi Rp746 juta untuk biaya promosi pada April 2022 dari sebelumnya hanya Rp86 juta pada April 2021.

Menimbang Biaya Promosi Bank Digital 

Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan beban promosi yang berlebihan yang digelontorkan bank digital dinilai tidak ada bedanya dengan perusahaan rintisan alias startup yang melakukan ‘bakar uang’.
 
“Karena beban promosi bank digital nanti akan berimbas pada kenaikan dari BOPO [biaya operasional terhadap pendapatan operasional], kemudian juga bisa mendorong bank untuk membebankan bunga yang lebih tinggi untuk pinjaman,” kata Bhima kepada Bisnis, Senin (6/6/2022) malam.

Bhima melihat aksi jorjoran bank digital membakar uang mungkin bisa efektif memikat hati calon nasabah. “Dalam jangka pendek mungkin bisa efektif [menarik nasabah], tapi tidak bisa berlangsung terlalu lama. Khawatir nasabah menjadi tertarik karena promo, bukan menjadi nasabah yang loyal atau nasabah yang gunakan fitur sesuai kebutuhan,” jelasnya.

Dihubungi terpisah, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menganggap beradu promosi merupakan strategi bisnis yang lumrah. Dia mengingatkan dengan apa yang terjadi pada beberapa tahun silam, di mana saat pertama kali bank mengeluarkan produk berupa kartu ATM maupun kartu kredit. Amin mengatakan bahwa di saat itu, bank juga melakukan promosi besar-besaran.

Hal yang sama pun terjadi pada era berikutnya, yakni financial technology atau fintech. Amin menyampaikan fintech juga seperti beradu besar anggaran promosi. 

“Sekarang ada yang baru lagi namanya bank digital, ini model lain dari digitalisasi perbankan menjadi bank digital. Artinya, mereka [bank digital] juga melakukan promo yang gencar. Intinya jorjoran biaya promosinya itu benar,” ujar Amin.

Meski demikian, Amin menilai bahwa menggunungnya beban promosi bank digital merupakan cara yang efektif untuk menarik nasabah, namun perlu dipertimbangkan apabila berbicara mengenai faktor efisiensi.

“Tapi apakah itu efisien? Ini perlu dipertanyakan kalau kemudian biaya promosi itu tidak mengganggu secara biaya keseluruhan, meningkatkan porsi dan kemudian disimulasikan bahwa pendapatan dari apa yang dihasilkan dari biaya promosi itu masih sebanding, maka bisa dikatakan efisien,” jelasnya.

Beda lagi jika biaya promosi itu tidak sebanding dengan pendapatan, maka itu bisa dikatakan tidak efisien. Namun, Amin mengatakan hal itu menjadi baik bila berhasil menarik nasabah yang pada akhirnya meningkatkan profitabilitas perusahaan melalui fee based income. 

Lebih lanjut, Amin melihat biaya promosi yang dikeluarkan bank digital akan terus meningkat hingga akhir tahun. Menurutnya, ini merupakan momen yang tepat untuk mengakuisisi nasabah baru dan meningkatkan awareness masyarakat terhadap layanan digital.

“Terutama generasi milenial, jadi semua proses produk perbankan ditawarkan melalui digital. Maka itu mau tidak mau harus ada ekstra biaya yang dikeluarkan dan itu akan terus meningkat sampai dengan tahap akhir tahun ini sebelum kemudian mereka bisa melakukan panen,” tuturnya.


Karyawati beraktivitas di sekitar logo Bank Neo Commerce di Jakarta, Kamis (19/4/2021). /Bisnis-Arief Hermawan P

Dia kembali mengingatkan, bank digital juga harus memiliki permodalan yang kuat untuk beradu antar sesama bank digital lainnya. Hal ini selaras dengan ucapan Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. atau BBCA Jahja Setiaatmadja yang sempat meramalkan bahwa hanya akan ada 1–3 bank digital yang akan bertahan dalam satu dekade ke depan.

Kolaborasi Adalah Kunci

Adapun menurut Bhima, wajar apabila bank digital yang tidak memiliki ekosistem melakukan berbagai cara untuk mendapatkan dana pihak ketiga (DPK) atau simpanan. Akan tetapi, alih-alih menumpuk beban promosi, sebenarnya ada cara lain, salah satunya dengan berkolaborasi di ekosistem bank digital, seperti menggandeng e-commerce dan platform dompet digital.

“Dengan itu terbentuk loyalitas secara natural, secara alamiah, sehingga branding dan juga loyalitas konsumennya akan berulang. Itu sebenarnya cara yang paling ampuh,” bebernya.

Cara lain, kata Bhima, untuk meningkatkan jumlah konsumen loyal, yakni dengan meningkatkan user experience. “Jadi kalau ada produk yang spesifik khas di bank digital, misalnya split bill untuk traktiran makan bisa dipecah bill-nya, kemudian juga bisa pengajuan kredit pakai invoice financing, ada web management-nya digital, investasi saham bisa menggunakan platform dari bank digital. Itu juga salah satu cara untuk menarik nasabah,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini