Bisnis.com, JAKARTA — Aksi investasi di bank digital justru makin marak akhir-akhir ini, padahal sentimen di sektor teknologi sedang kurang menguntungkan. Investor ini pun tampaknya tidak mempermasalahkan tren peningkatan biaya promosi bank digital yang terlihat meningkat berlebihan.
Akhir-akhir ini, kalangan startup menjadi sorotan karena komunitas investor tampaknya sudah mulai tidak sabaran dengan startup yang tidak kunjung menghasilkan laba. Arus investasi ke sektor teknologi pun diperkirakan akan tersendat tahun ini akibat sentimen pengetatan moneter bank sentral global.
Kondisi ini menjadikan perusahaan sektor teknologi harus lebih berhati-hati dalam menggunakan uangnya. Aksi promosi berlebihan atau bakar duit untuk menjaring pengguna baru bukanlah langkah yang bijak. Beberapa startup bahkan mulai merampingkan jumlah karyawannya.
Namun, ceritanya justru terlihat berbeda di industri bank digital. Di pasar, sejauh ini saham bank digital memang cederung lesu, sama seperti sektor teknologi pada umumnya. Sementara itu, di kalangan pemegang saham utama, minat investsi untuk membeli atau menambah porsi saham di bank digital masih terlihat meningkat.
Ulasan tentang masih getolnya kalangan investor utama untuk menambah porsi kepemilikan di saham bank digital menjadi salah satu pilihan Bisnisindonesia.id, selain beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id.
Berikut intisari dari top 5 News Bisnisindonesia.id yang menjadi pilihan editor, Sabtu (11/6/2022):
1. Menilik Kerja Keras Pertamina Menghijaukan Kinerja Keuangan 2021
Sempat memerah pada 2020, PT Pertamina (Persero) akhirnya bisa menghijaukan kinerja keuangan pada 2021. Efisiensi menjadi 'penyelamat' perseroan di kala harga bahan bakar minyak bersubsidi tidak dilakukan penyesuaian kendati sudah tidak lagi sesuai dengan harga keekonomian.
Berkaca pada capaian kinerja pada 2020, perusahaan migas pelat merah itu harus menanggung penurunan pendapatan dan laba yang cukup signifikan dibandingkan dengan raihan 2019, terutama disebabkan oleh ketiadaan penyesuaikan harga BBM bersubsidi khususnya Pertalite dan Solar.
Jika pada 2019 pendapatan usaha Pertamina tercatat US$54,79 miliar, pada 2020 nilai pendapatan itu turun menjadi US$41,47 miliar. Sejalan dengan itu, raihan laba bersih perseroan pada 2020 juga anjlok sebesar 58 persen dibandingkan dengan capaian 2019 senilai US$2,52 miliar.
Tak bisa dimungkiri, kinerja keuangan Pertamina selama ini lebih banyak ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Sebagai BUMN yang mendapatkan tugas dari pemerintah untuk menjual produk yang menyangkut hajat hidup orang banyak, Pertamina tidak memiliki keleluasaan untuk menentukan sendiri harga jual produknya.
Sepanjang 2020, Pertamina harus menghadapi kondisi yang disebut triple shock, yakni penurunan konsumsi energi, penurunan harga minyak mentah dunia, serta pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
2. Investor Makin Getol Berburu Saham Bank Digital
Kendati tidak dapat disamakan dengan startup, model bisnis yang dijalankan oleh kalangan bank digital akhir-akhir ini mulai menyerupai startup. Ada aksi promosi besar-besaran yang dulunya jarang dilakukan oleh bank yang terkenal sebagai industri yang sangat prudent atau berhati-hati.
Lagi pula, meski bank-bank ini umumnya sudah lama berdiri, mereka baru menyandang status bank digital beberapa waktu terakhir. Adopsi teknologi pada bank digital ini juga menjadikan karakter bisnisnya memang tidak sepenuhnya sama dengan bank konvensional.
Beberapa hari terakhir, kabar aksi investasi di sejumlah bank digital muncul di pasar. Pertama, ada PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT), yakni emiten pengelola gerai ritel Alfamart, yang membeli 294,12 miliar saham PT Bank Aladin Syariah Tbk. (BANK), sebuah bank digital syariah.
Kedua, ada Tolaram Group Inc. yang membeli 765,8 juta saham PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) pada Senin (6/6). Aksi tersebut membuat kepemilikan saham Tolaram di Bank Amar meningkat dari 60,38 persen menjadi 65,93 persen.
Ketiga, ada startup fintech PT Akulaku Silvrr Indonesia yang berniat menaikkan porsi kepemilikan saham mereka di PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) dari yang saat ini sekitar 25,66 persen menjadi 40 persen, sebagaimana diberitakan oleh DealStreetAsia.
3. Menimbang Rencana Pemerintah Menghapus Minyak Goreng Curah
Setelah bersusah payah menekan harga eceran tertinggi (HET) usai pencabutan subsidi minyak goreng curah, kini pemerintah mengumbar rencana baru. Negara berniat menghapus minyak goreng murah tersebut.
Rencana itu diungkap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Bali pada Jumat (10/6/2022). Pernyataan tersebut disampaikan setelah pemerintah mengumpulkan para pengusaha industri sawit dan minyak goreng di Pulau Dewata.
Program ini rencananya bakal dilakukan secara bertahap. Nantinya kelas minyak goreng curah bakal diubah menjadi kemasan sederhana. "Nanti secara bertahap kita akan hilangkan curah menuju kemasan sederhana. Karena curah itu kurang higienis. Itu yang akan kita lakukan," katanya.
Meski menyebut bakal dilakukan bertahap, kebijakan ini diungkapkan pemerintah di tengah gejolak harga minyak goreng. Kendati berangsur turun, namun pemerintah masih berjibaku untuk menekan harga komoditas tersebut.
Hingga kini belum diketahui bagaimana mekanisme penghapusan minyak curah. Namun begitu, pemerintah mesti melihat lebih jauh persoalan yang bakal dihadapi oleh pelaku industri. Terlebih pelaku bisnis mikro, kecil dan menengah umumnya masih menggunakan curah.
4. Yang Terkaya dari Bisnis Kelapa Sawit
Industri kelapa sawit menjadi salah satu sektor bisnis menjanjikan di dunia. Permintaan minyak sawit global tidak pernah berhenti meski Eropa berupa menekan konsumsinya. Tidak mengherankan bila sebagian pebisnis sawit dalam negeri kemudian masuk ke daftar orang terkaya di Tanah Air.
Kekayaan sejumlah taipan makin menjadi-jadi sejak kenaikan crude palm oil dunia akibat konflik Rusia - Ukraina. Alhasil, deretan orang terkaya di industri kelapa sawit ini kian melambung di tangga Forbes. Bisnisindonesia.id. merangkum sejumlah nama pemain penting di bisnis sawit, di antaranya Martua Sitorus, Sukanto Tanoto, Anthony Salim, Keluarga Widjaja, Bachtiar Karim, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, dan Theodore Rachmat.
5. Pergerakan Ekonomi Indonesia, Roda Masih Bisa Berputar
Di tengah kekhawatiran atas kondisi global, roda perekonomian nasional memperlihatkan potensi untuk terus bergerak. Penjualan eceran masih memperlihatkan daya dorongnya, terlepas bahwa itu terjadi pada momen khusus seperti masa Ramadan dan Idulfitri yang baru lalu. Paling tidak, selama faktor penghambatnya kecil, roda ekonomi masih mungkin digerakkan oleh masyarakat.
Ke depan, peluang terjadinya pergerakan ekonomi pun masih terbuka lebar selama harapan masyarakat bisa dipenuhi oleh pemerintah.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Mei 2022 menunjukkan optimisme masyarakat atas perbaikan kondisi ekonomi di Tanah Air. IKK Mei 2022 yang mencapai 128,9, menunjukkan peningkatan dibandingkan IKK bulan sebelumnya yang berada di posisi 113,1.
Persepsi positif konsumen atas kondisi ekonomi saat ini menjadi penopang meningkatnya IKK Mei 2022. Meningkatnya optimisme pada Mei 2022 ditengarai didorong oleh peningkatan mobilitas masyarakat karena tidak adanya pembatasan pada masa libur Lebaran tahun ini.
Bank Indonesia (BI) melaporkan kinerja penjualan eceran terindikasi meningkat pada April 2022, terutama didorong oleh peningkatan mobilitas masyarakat dan momentum Idulfitri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel