Ekonom: Konflik Rusia vs Ukraina Pengaruhi Turunnya Target Investasi RI

Bisnis.com,13 Jun 2022, 14:39 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Pasukan Ukraina berjaga-jaga di wilayah ibu kota Kyiv/NPR.com

Bisnis.com, JAKARTA — Center of Reform on Economics atau Core Indonesia menilai bahwa serangan Rusia ke Ukraina menjadi salah satu penyebab turunnya target investasi Indonesia pada 2023. Konflik itu memicu kenaikan harga energi dan komoditas, yang kemudian memengaruhi ekonomi global.

Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal menilai bahwa tekanan eksternal akibat gejolak perekonomian global sangat memengaruhi penyusunan kebijakan fiskal Indonesia untuk 2023, termasuk target realisasi investasi. Gejolak itu, menurutnya, di antaranya disebabkan oleh konflik Rusia dan Ukraina.

Pada Pertengahan Februari 2022, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut bahwa pemerintah akan menaikkan target investasi 2023 dari target 2022 di angka Rp1.200 triliun. Pemerintah ingin menjadikan investasi sebagai salah satu komponen besar sumber pertumbuhan ekonomi 2023.

Airlangga menargetkan realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) pada 2023 di rentang Rp1.800 triliun hingga Rp1.900 triliun. Sayangnya, sepekan selanjutnya terjadi perang Rusia dan Ukraina.

Konflik geopolitik di Eropa Timur pecah setelah Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022 dini hari waktu Kiev. Konflik itu bahkan masih berlanjut hingga saat ini dan belum menunjukkan tanda mereda.

"Konflik Rusia dan Ukraina itu salah satu faktor utamanya [yang memengaruhi perekonomian global], berkaitan dengan [penetapan] target realisasi investasi," kata Faisal kepada Bisnis, Senin (13/6/2022).

Pemerintah akhirnya menurunkan target realisasi investasi 2023 menjadi Rp1.250 — 1.400 triliun, atau tumbuh 4 persen—16,6 persen dari target realisasi investasi 2022, berbeda dari target sebelumnya yang naik hingga 50 persen dari proyeksi 2022. Menurut Faisal, hal tersebut merupakan langkah realistis di tengah berbagai gejolak perekonomian global.

"Saya rasa penurunan target itu jadi lebih realistis, karena terus terang saya lihat kalau Rp1.800—1.900 triliun memang tinggi sekali. Artinya, itu hanya akan bisa dicapai jika kondisi global dan domestik betul-betul mendukung," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fitri Sartina Dewi
Terkini