Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan tarif listrik 3.500 volt ampere (VA) pada 1 Juli 2022 awal kuartal III/2022 dinilai tidak akan memberi dampak langsung kepada perbankan, mengingat kebijakan ini hanya berimpak kecil pada inflasi.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan dampak kenaikkan tarif listrik terhadap inflasi relatif kecil, karena kelompok rumah berdaya 1300 VA, 900 VA, dan 450 VA cenderung tidak berubah.
Meski demikian, kata dia, kenaikkan mengirim sinyal psikologis kepada konsumen kelas menengah atas bahwa kenaikkan harga tidak akan berhenti pada tarif listrik, tetapi juga kepada kebutuhan barang-barang lainnya terutama harga-harga yang diatur oleh pemerintah, seperti bahan bakar minyak (BBM), gas dan lain sebagainya.
Sinyal ini akan membuat kelas menengah atas untuk berpikir ulang untuk berbelanja, terlebih jeda kenaikkan tarif listrik tidak lama dari naiknya harga BBM.
“Jadi walaupun ada pelonggaran, tetapi ketika mereka ingin belanja, mungkin akan ada sedikit terhambat oleh sinyal kenaikkan harga,” kata Bhima, Selasa (14/6).
Dia menambahkan dengan kondisi tersebut maka masyarakat kelas atas tidak bisa langsung berbelanja pascapandemi, justru menyisihkan uang untuk berhemat atau menaruh uang di perbankan. Kondisi yang memicu kucuran arus kredit.
Bhima juga memperkirakan dengan kondisi inflasi global yang naik, dan penyesuaian beberapa tarif di dalam negeri, dana pihak ketiga (DPK) perbankan masih akan besar hingga akhir tahun.
“Jadi masih akan gemuk sampai akhir 2022,” kata Bhima.
Dia mengusulkan agar ke depan kenaikkan tarif lainnya yang diatur pemerintah memiliki jeda dengan kenaikkan 3.500 VA sehingga shock psikologis akan lebih berkurang.
Kementerian ESDM mengumumkan kenaikkan tarif listrik pada kelompok rumah tangga berdaya 3.500 volt ampere (va) pada kuartal III/2022. Adapun jumlah pelanggan di kelompok tersebut, menurut ESDM, sekitar 2,5 juta atau hanya 3 persen dari total pelanggan PLN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel