Grup Sinarmas (SMMA) Buka-bukaan Prospek Cuan Bisnis 'Pinjol' Produktif & Konsumtif

Bisnis.com,15 Jun 2022, 21:54 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Skema pendanaan salah satu entitas fintech milik PT Sinar Mas Multiartha Tbk. (SMMA). /danamas.co.id

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten lembaga keuangan terpadu PT Sinar Mas Multiartha Tbk. (SMMA) membuktikan bahwa industri finansial berbasis teknologi atau fintech pendanaan bersama (P2P lending) memiliki prospek cerah dari sisi kinerja laba-rugi.

Sebagai informasi, SMMA tercatat memiliki tiga entitas tekfin P2P lending terafiliasi, yaitu PT Pasar Dana Pinjaman (Danamas) dengan kepemilikan sebesar 66,66 persen, PT Dana Pinjaman Inklusif (PinjamanGO) sebesar 50 persen, dan PT Oriente Mas Sejahtera (Finmas) sebesar 15 persen.

Dani Lihardja, Direktur Sinar Mas Multiartha sekaligus Komisaris Danamas menjelaskan bahwa secara umum tekfin P2P klaster produktif alias yang fokus mengakomodasi segmen peminjam (borrower) UMKM, cenderung lebih stabil dalam hal mencetak profit.

"SMMA punya kontrol di Danamas untuk sektor produktif dan PinjamanGO untuk dana tunai atau mayoritas ke sektor konsumtif. Finmas juga dana tunai, tapi kita tidak kontrol karena cuma ada kepemilikan 15 persen. Kalau tiga ini diperbandingkan, Danamas memang yang lebih stabil dari sisi profitabilitas," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (15/6/2022).

Dani sendiri juga menjabat sebagai Dewan Pengawas klaster Produktif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Oleh sebab itu, dirinya mencermati bahwa platform P2P lending klaster produktif lain pun cenderung memiliki tren serupa Danamas.

Alhasil, dalam konteks menanggapi fenomena gonjang-ganjing yang tengah menimpa iklim bisnis perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi, menurutnya tekfin P2P lending yang fokus melayani permodalan UMKM terbilang lebih mampu bertahan.

"Saya lihat teman-teman platform P2P lending produktif lain juga sudah banyak yang mulai laba. Danamas juga setiap tahun konsisten positif. Kenapa? Sebenarnya kuncinya karena sekali disbursement [penyaluran pinjaman] itu nilainya cukup besar, tidak terlalu kecil seperti platform yang main di pinjaman dana tunai," ungkap Dani.

Sebagai gambaran, hal ini karena ada biaya-biaya operasional yang pasti platform keluarkan dalam suatu aktivitas penyaluran pinjaman, apalagi kepada borrower baru. Misalnya, digital signature, e-KYC, dan credit scoring, belum lagi apabila ada upaya pencegahan fraud.

Oleh sebab itu, apabila pinjaman hanya berkisar jutaan rupiah, bahkan ratusan ribu rupiah saja, margin keuntungan bisa habis karena tergerus biaya operasional. Namun, Dani menekankan bukan berarti tekfin P2P lending klaster multiguna dana tunai tidak prospektif karena sulit profit.

"Kalau borrower hanya sekali pinjam, itu memang sulit. Tapi begitu ada repeat order, apalagi dalam rentang waktu kurang dari 6 bulan, itu lumayan banget buat platform, karena biaya operasional bisa ditekan. Maka, kuncinya suatu P2P lending mulai profit itu bisa dari dua cara, yaitu memperbesar rata-rata nilai disbursement atau menemukan segmen peminjam yang rutin menggunakan layanan," jelasnya.

Adapun, terkhusus kinerja tekfin P2P lending terafiliasi SMMA berdasarkan laporan keuangan periode kuartal I/2022, Danamas tercatat memiliki aset Rp725,5 miliar, sementara PinjamanGO memiliki aset Rp20,6 miliar.

Pendapatan SMMA dari anak usaha P2P lending alias platform pinjam-meminjam berbasis teknologi informasi tercatat mencapai Rp7,48 miliar pada kuartal I/2022, turun dari kuartal I/2021 senilai Rp10,22 miliar.

Apabila melihat pendapatan SMMA dari lini bisnis P2P lending sepanjang tahun lalu, nilainya mencapai Rp41,19 miliar pada tutup buku 2021, tumbuh hampir dua kali lipat ketimbang periode 2020 senilai Rp24,98 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini