Pembentukan Lembaga Penjamin Polis Dinanti, AAJI: Ini Bedanya dengan LPS

Bisnis.com,16 Jun 2022, 21:50 WIB
Penulis: Denis Riantiza Meilanova
Karyawan beraktivitas di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Jakarta, Sabtu (22/1/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Industri asuransi jiwa menantikan terbentuknya lembaga penjamin polis. Salah satu yang menjadi perhatian terkait pembentukan tersebut adalah konsep bentuk lembaga dan besaran iuran yang dibebankan ke perusahaan asuransi.  

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menilai konsep lembaga penjamin polis tidak bisa disamakan dengan konsep Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di industri perbankan.

Hal tersebut karena terdapat jenis produk asuransi yang risikonya tidak ditanggung oleh perusahaan asuransi, melainkan ditanggung oleh pemegang polis.

"Kami sudah melakukan kajian dan diskusi dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan [OJK], yang jelas konsep lembaga penjamin polis sangat berbeda dengan LPS karena kalau di asuransi jiwa, contoh unit linked itu tidak dijamin lembaga penjamin polis karena investasi itu risikonya ada di pemegang polis, bukan di perusahaan," kata Togar dalam sebuah webinar, Kamis (16/6/2022).

Selain itu, besaran iuran yang harus dibayarkan perusahaan asuransi kepada lembaga penjamin polis nantinya juga menjadi perhatian yang disampaikan asosiasi kepada pemerintah.

"Perlu dikaji juga tentang besaran premi yang harus dibayarkan ke lembaga ini, kan setiap anggota harus bayar iuran. Ini sedang dalam kajian seperti apa hitung-hitungannya," ujar Togar.

Dia menuturkan pembentukan lembaga penjamin polis telah didengungkan sejak 2010 dan telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Lembaga tersebut seharusnya sudah terbentuk sejak 3 tahun setelah UU Perasuransian diterbitkan.

"Namun sampai hari ini belum ada. Konon kabarnya sudah masuk RUU P2SK. Mudah-mudahan tidak lama lagi lembaga ini ada," katanya.

Berdasarkan catatan Bisnis, OJK beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa pembentukan lembaga penjamin polis (LPP) masih dalam pembahasan, terutama terkait isu-isu teknis. Masih dikaji pula mengenai bentuk lembaga tersebut apakah akan melekat dengan LPS atau membentuk lembaga baru yang mirip dengan LPS.

Sebelumnya, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah mengatakan, keberadaan LPP semakin mendesak dengan munculnya sejumlah kasus terkait asuransi yang terjadi belakangan ini.

Namun, dalam pembentukannya diperlukan sebuah payung hukum berupa undang-undang yang menjadi kewenangan pemerintah dan DPR.

"Ini masih dibahas di tingkat kementerian. Harapan kami ini bisa segera direalisasi. Bahwa ada isu-isu teknis yang masih dibahas, mengenai kelembagaan, teknik operasional, itu rasanya sah-sah saja karena kami ingin kami menyiapkan suatu bentuk lembaga yang kira-kira nanti sesuai ekspektasi kita bersama," ujar Nasrullah, Kamis (27/1/2022).

Dia menambahkan OJK juga tengah berkolaborasi dengan Lembaga Penjamin Simpanan untuk mengkaji lebih jauh aspek teknis LPP nantinya akan seperti apa. Menurutnya, perlu diatur kriteria-kriteria tertentu bagi perusahaan asuransi untuk bisa masuk menjadi anggota LPP.

"Bayangan kami tidak mungkin setelah lembaga ini terbentuk semua perusahaan asuransi langsung masuk jadi anggota. Nanti menjadi tidak bagus juga untuk industrinya sendiri. Ini yang masih dikaji, mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa kami finalkan," imbuhnya.

Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Adi Budiarso menambahkan, saat ini, sudah ada rancangan undang-undang mengenai lembaga penjamin polis yang masuk Prolegnas DPR dan akan menjadi inisiatif DPR.  Menurutnya, pembahasan mengenai LPP sudah cukup mendalam sejauh ini.

"Kami siap untuk melengkapi sebagaimana siklus pengawasan dan penegakkan hukum, serta perlindungan konsumen industri asuransi setara dengan perbankan. Sebagaimana dimaklumi perbankan sudah memiliki LPS dan kami benchmark dengan beberapa negara, seperti Malaysia, Kanada, dan Inggris, ini akan siap segera diimplementasikan di Indonesia," tutur Adi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini