Bisnis.com, JAKARTA — Platform pembukuan usaha dan pencatatan keuangan digital, CrediBook (PT Ruang Dagang Internasional) punya cara untuk bertahan sebagai perusahaan rintisan (startup), sembari berupaya mendulang cuan.
CEO & Co-Founder CrediBook Gabriel Frans mengungkap bahwa sejak awal pihaknya punya misi membantu mengatasi hambatan-hambatan pelaku UMKM dalam menjalankan bisnis, sekaligus ikut mendorong mereka mengembangkan usahanya mereka menjadi lebih sehat.
Oleh sebab itu, kejelian dalam memisahkan antara layanan apa saja yang bisa memainkan peran sebagai ajang edukasi, dengan layanan yang memang fokus menjadi alat 'jualan', merupakan kunci pihaknya dalam mengejar pertumbuhan.
"CrediBook sebagai platform pencatatan keuangan memang untuk diunduh secara gratis, dan kami masih akan terus berekspansi. Sementara itu, cara kami monetisasi layanan itu lewat CrediMart, layanan grosir digital kami," ujarnya dalam wawancara khusus bersama Bisnis, Senin (20/6/2022).
Alhasil, layanan pencatatan keuangan CrediBook pun bisa terus berjalan sebagai ajang edukasi UMKM agar memiliki pencatatan arus kas yang rapi. Harapannya, pembukuan usaha yang terpercaya akan mempermudah UMKM dalam mengajukan pinjaman modal kerja dari lembaga keuangan suatu saat nanti, ketika mereka sudah butuh berekspansi.
Sementara itu, CrediBook bisa tetap mendulang cuan lewat CrediMart selaku marketplace yang mempertemukan pelaku grosir dan pelaku UMKM, dengan harapan memperlancar proses rantai pasok tradisional lewat digitalisasi.
Sebagai informasi, Gabriel menjelaskan bahwa layanan ini berawal dari temuannya atas permasalahan operasional yang dialami toko grosir konvensional, di mana sebagian besar mengalami penurunan volume penjualan ketika pandemi Covid-19, karena adanya ketergantungan pada penjualan offline.
CrediMart bekerja sama langsung dengan toko grosir konvensional dan tidak memiliki gudang seperti layanan grosir digital sejenis. Bagi rekan grosir, CrediMart menyediakan aplikasi online order untuk memudahkan toko grosir menerima pesanan manajemen pesanan, inventaris toko, manajemen stok lebih cepat, serta dilengkapi dengan fitur pembukuan digital.
Adapun, selain memiliki layanan CrediMart, entitas grup CrediBook juga menjajaki lini bisnis penyedia jasa solusi berjualan online di berbagai platform buat para pelaku UMKM, yang bertajuk CrediStore.
"Sejak awal kami sudah mengincar profitabilitas. Kami punya model bisnis yang kuat lewat CrediMart, yaitu fee dari transaksi atau layaknya model marketplace secara umum. Bahkan, CrediMart saat ini sudah ada profit secara operasional. Kami optimistis CrediBook secara umum operasionalnya bisa positif di tahun ini," tambahnya.
Oleh sebab itu, pria yang sudah malang-melintang selama 7 tahun di dunia startup ini ingin membuktikan bahwa startup yang berbekal produk 'gratisan' pun sebenarnya bisa bertahan hidup tanpa mengandalkan strategi bakar uang atau bergantung pada putaran pendanaan baru.
Sebagai informasi, CrediBook memperoleh pendanaan terbarunya di Seri A sebesar US$8,1 juta atau sekitar Rp116 miliar pada April 2022. Dipimpin Monk’s Hill Ventures dan investor eksisting CrediBook di Pra-Seri A.
Adapun, putaran pendanaan Pra-Seri A CrediBook terealisasi pada Januari 2021 sebesar US$1,5 juta atau Rp21 miliar dari Wavemaker Partners, Alpha JWC Ventures, and Insignia Ventures Partners.
"Stigma bahwa startup hanya bisa hidup dari putaran pendanaan saja, itu batas antara benar dengan salah sangatlah tipis. Tapi kami bisa membuktikan bisa hidup dan beroperasi dengan baik, bukan hanya dari jalan pendanaan. Beruntung, kami memiliki investor yang satu visi. Karena dari sisi founder, menemukan investor yang berkomitmen itu memang cocok-cocokan, seperti memilih pasangan," ungkap Gabriel.
Saat ini, CrediMart telah memiliki area layanan di 45 kota/kabupaten. Ke depan, Gabriel menjelaskan bahwa ekspansi lanjutan masih akan digelar di kawasan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, lewat memperkuat kerapatan di tiap daerah dan ekspansi ke produk-produk grosir lain, seperti fesyen atau suku cadang otomotif.
CrediMart juga akan terus menjaga komitmen menghadirkan layanan digital yang tetap memiliki unsur human-touch kepada pelaku UMKM. Sebab, Gabriel menilai walaupun pandemi Covid-19 telah mengakselerasi adopsi digital masyarakat Indonesia secara umum, UMKM tetap perlu pertemuan tatap muka, agar literasi digital dan literasi finansial semakin kuat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel