Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mendorong pemerintah untuk mewajibkan perlindungan asuransi syariah bagi penjaminan atau underlying dalam penerbitan surat utang syariah atau sukuk. Hal ini guna meningkatkan perkembangan industri asuransi syariah.
Menurut Direktur Eksekutif AASI Erwin Noekman, sukuk merupakan produk pembiayaan yang didasarkan pada prinsip syariah. Oleh karena itu, sudah selayaknya perlindungan untuk jaminan asetnya menggunakan asuransi syariah.
"Kami mendorong supaya pemerintah turut mengatur bahwa setiap penerbitan sukuk atau dana halal, seharusnya ada underlying asset sebagai jaminan, maka seyogianya menggunakan asuransi syariah untuk menjamin underlying asdet tersebut," ujar Erwin kepada Bisnis, Selasa (21/6/2022).
Bila ketentuan penggunaan proteksi asuransi syariah dalam penjaminan aset sukuk diatur dalam sebuah regulasi, Erwin yakin industri asuransi syariah dapat berkembang tanpa harus ikut berebut kue dengan asuransi konvensional.
"Kalau 'dikunci' industri asuransi syariah akan bisa hidup dari lingkungan syariah sendiri," katanya.
Hingga saat ini, Erwin menuturkan bahwa memang belum ada pembicaraan dengan pemerintah terkait usulan penjaminan sukuk tersebut. Namun, ke depan AASI akan mendiskusikan dan mendorong usulan penjaminan sukuk itu kepada seluruh pemangku kepentingan, termasuk salah satunya Badan Kebijakan Fiskal.
"Kalau andalkan data sukuk, ada sekitar Rp1.000 triliun lebih outstanding sukuk. Artinya, kalau itu berputar industri asuransi syariah juga akan berkembang dan kalau saling menjamin akan meningkatkan pembangunan Indonesia," katanya.
Guna membuka ceruk-ceruk baru bagi industri asuransi syariah, AASI gencar menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga. Sebelumnya, AASI telah berhasil menjalin kerja sama dengan Kementerian Agama dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah, yang kemudian membuahkan terbitnya aturan terkait kewajiban penggunaan asuransi syariah bagi jamaah umrah. Tahun lalu, AASI juga berhasil mendorong bergabungnya asuransi syariah ke Konsorsium Asuransi Barang Milik Negara (BMN).
Industri asuransi syariah membutuhkan sebuah political will dari pemerintah untuk bisa lebih berkembang. Hal ini mengingat kontribusi asuransi syariah terus tumbuh, tetapi penetrasi pasarnya masih relatif kecil. Di sisi lain, ekonomi syariah memiliki potensi yang besar dan dinilai sangat cukup untuk menghidupi industri asuransi syariah tanpa harus bersaing dengan pasar industri asuransi konvensional.
Dalam sebuah diskusi pada Senin (20/6/2022), Nurul Huda, Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) sekaligus Guru Besar Universitas Yarsi menuturkan, adanya political will yang kuat dari pemerintah untuk membuat kebijakan yang mewajibkan penggunaan perlindungan asuransi syariah pada produk keuangan berbasis syariah, akan dapat meningkatkan kebutuhan terhadap asuransi syariah.
"Contoh di islamic social finance, seperti wakaf. Orang yang kelola wakaf produktif akan ada risiko, maka dibunyikan di situ dia harus diberikan sebuah jaminan dengan asuransi syariah. Itu demand akan muncul," kata Nurul Huda.
Di sisi lain, menurutnya, industri asuransi syariah menuai momentum saat pandemi. Kondisi pandemi telah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memiliki perlindungan asuransi.
"Riset Kementerian Agama juga menunjukkan bahwa nilai religius masyarakat ketika pandemi jauh meningkat. Ini dikaitkan dengan produk yang bersifat religi ini klop. Dugaan saya ini yang mendorong asuransi syariah meningkat di kuartal I/2022," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel