Penjualan Mobil Sedan Terbaru Suram, Intip Strategi Honda Mengantisipasi

Bisnis.com,22 Jun 2022, 07:40 WIB
Penulis: Jaffry Prabu Prakoso
Ilustrasi Mobil Honda Accord 2.4 LA ./Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat tidak ada ekspor mobil sedan dari Indonesia baik dalam bentuk utuh (CBU) atau komponen lengkap tinggal rakit di negara tujuan (CKD).

Berdasarkan data Gaikindo, penjualan wholesales sedan di Tanah Air bulan lalu sebanyak 317 unit. Angka tersebut anjlok 45,06 persen dari April sebanyak 577 unit.

Sedang ditarik lebih panjang, sejak awal tahun ini hingga Mei, penjualan sedan sebanyak 2.713 unit. Realisasi tersebut turun 26,64 persen dibandingkan tahun lalu.

Secara total, penjualan mobil Mei tahun ini juga turun. Dibandingkan bulan sebelumnya, realisasi tersebut turun 40,33 persen dari 82.879 pada April ke 49.453 unit bulan lalu.

Meski begitu, saat komoditas booming serta Idulfitri 2022 sepanjang tahun ini hingga Mei total penjualan mobil berada pada angka ekspansif. Periode untuk tahun ini naik 23,20 persen dari 320.746 tahun lalu jadi 396.153 unit pada 2022.

Business Innovation and Marketing & Sales Director PT Honda Prospect Motor Yusak Billy mengatakan bahwa umumnya prmintaan sedan justru datang dari dalam negeri sehingga dominan impor.

“Kita sekarang ini melakukan ekspor untuk model Honda Brio dan Honda BRV,” katanya melalui pesan instan, Selasa (21/6/2022).

Billy menjelaskan bahwa Honda tidak mengekspor sedan karena permintaan sangat kecil. Perusahaan impor untuk memenuhi pasar Tanah Air yang peminatnya tersegmentasi.

“Tiap negara berbeda beda karakter konsumennya. Kami memproduksi kendaraan di sini berdasar apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen,” jelasnya.

Meski demikian, berdasarkan data Gaikindo, yang diekspor untuk jenis sedan adalah bagian komponen untuk Honda Accord dan Civic. 

Sebelumnya Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat penjualan mobil bulan lalu terperosok.

Pertama, bulan Mei itu liburnya panjang. Jadi, total hari kerja hanya tinggal 10 hari,” katanya saat dihubungi, Selasa (14/6/2022).

Kukuh menjelaskan bahwa faktor kedua adalah pemerintah Tiongkok yang kembali melakukan lockdown akibat melonjaknya Covid-19. Pembatasan itu membuat semikonduktor menjadi makin langka.

Terakhir, efek lebaran telah usai. Pemerintah yang membolehkan mudik membuat masyarakat membelanjakan uangnya di kampung halaman. Akibatnya, tabungan mereka menipis.

“Kalau dilihat dari rata-rata hari kerja yang pendek, sebenarnya masih dalam kondisi yang memadai. Mudah-mudahan segera kembali pulih karena hari kerja sudah normal,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini