Beda Pandangan Bos BCA (BBCA) dan Bank Jago (ARTO) soal Ramalan Bank Digital

Bisnis.com,23 Jun 2022, 14:59 WIB
Penulis: Leo Dwi Jatmiko
Karyawati melayani nasabah di kantor cabang Bank Jago, Jakarta, Rabu (22/12/2021). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Persaingan bank digital diprediksi makin ketat seiring dengan hadirnya pemain baru. Akan tetapi persaingan yang terjadi diyakini masih dalam lingkup sehat dan memberi manfaat bagi masyarakat.  

“Kalau dahulu bank digital hanya 1-2, sekarang sudah ada belasan bank digital dan ke depan saya rasa akan makin banyak lagi,” kata Direktur Utama PT Bank Jago Tbk. (ARTO) Kharim Siregar dalam acara Bisnis Indonesia Banking Outlook 2022, Rabu (22/6/2022).

Dalam kondisi tersebut, lanjut Kharim, masing-masing bank harus dapat menghadirkan diferensiasi dan mengincar pasar yang spesifik agar dapat tetap tumbuh. 

Bank digital memiliki strategi yang berbeda-beda, tergantung pada posisi masing-masing bank tersebut.

“Dengan banyaknya kompetisi akan menguntungkan masyarakat. Saya ambil contoh telekomunikasi. Kalau dahulu di monopoli pasti harganya mahal,” kata Kharim. 

Dengan jumlah perusahaan telekomunikasi yang makin banyak, sambungnya, harga layanan kepada pelanggan makin turun. 

Dia meyakini bahwa kompetisi antara bank digital yang ada saat ini masih sehat dan memacu bank-bank digital lainnya untuk berinovasi, untuk bisa memberikan layanan yang lebih baik. 

Sekadar informasi, merujuk data yang dipaparkan Kharim pada acara Bisnis Indonesia Banking Outlook, 5 tahun lalu Bank BTPN menghadirkan Jenius pada 2016 sebagai pionir bank mobile saat itu. Setahun setelahnya , atau pada 2017, giliran Digibank by DBS Indonesia yang meluncur.

Kemudian 3 tahun berselang, atau pada 2020-2021, jumlah bank digital yang hadir makin banyak, antara lain TMRW besutan UOB dan MNC Motion Banking. 

Maret 2021, Bank Neo Commerce hadir, disusul oleh Bank Jago (April 2021), Line Bank dan Aladin (Juni 2022), Blu BCA Digital (September), Livin by Mandiri (Oktober), Allo Bank (Desember) dan Bank Raya (Februari 2022).

Selain bank-bank tersebut, sejumlah bank yang sedang mengantre untuk hadir dan menjadi bank digital. Bank-bank tersebut antara lain Bank Bumi Arta, Hijra, Bank Mayora, Bank Fama, We Lab Bank dan Kredivo. 

“Ini sesuai dengan shifting dari para konsumen dan penjual yang beralih ke ekosistem digital,” kata Kharim.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja sempat meramalkan bahwa hanya akan ada 1 atau 3 bank digital yang akan bertahan dalam satu dekade ke depan. Hal itu disampaikan Jahja ketika hadir sebagai pembicara dalam webinar Bisnis Indonesia Banking Outlook yang digelar pertengahan September 2021.

Dia menuturkan bank-bank digital yang bergerak cepat menjalankan bisnis lewat berbagai inovasi, telah membawa persaingan di industri perbankan nasional ke arena baru. Kondisi ini diperkirakan Jahja hanya menyisakan 1 atau 3 bank digital ke depan.

“Saya pikir di Indonesia 10 tahun dari sekarang, hanya akan melihat ada 3 bank digital,” ujar Jahja yang telah menjabat sebagai Presiden Direktur BCA sejak tahun 2011.

Menurut Jahja, hal itu tidak terlepas dari fenomena yang terjadi di negara-negara yang lebih dulu adaptif terhadap layanan keuangan digital. Di Korea Selatan, misalnya, dominasi dipegang oleh Kakao Bank yang memiliki 13,98 juta nasabah per Maret 2021. “Jadi, pada akhirnya pasar akan memfasilitasi the leader of the market,” pungkasnya.

Jahja mengatakan hal tersebut juga bisa saja terjadi di industri bank digital Indonesia. Artinya, dari sejumlah pelaku bank digital, tidak semuanya akan menjadi pemain besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini