Bisnis.com, Jakarta — Bank digital, seperti Bank Jago (ARTO) hingga Allo Bank (BBHI) yang memulai lebih dulu membangun ekosistem digital memiliki peluang besar dalam memenangkan persaingan. Pasalnya ke depan persaingan industri perbankan akan sangat dipengaruhi oleh integrasi antara satu layanan dengan layanan lainnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Pengamat Perbankan sekaligus Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah dalam acara Bisnis Indonesia Banking Outlook 2022, Rabu (22/6/2022).
Menurut Piter, peta persaingan perbankan di Indonesia akan berubah seiring dengan hadirnya bank digital. Era lama, di mana penguasa pasar adalah bank-bank besar atau bank umum kelompok usaha (BUKU) IV yang memiliki ekosistem pemerintah maupun dunia usaha telah usai.
“Bank-bank yang memenangkan persaingan kemarin itu juga membangun ekosistem. Mereka membangun ekosistem pemerintah yang dilakukan oleh bank BUMN dan ekosistem dunia usaha yang dibangun bank swasta,” ujarnya.
Meski demikian, tutur dia, saat ini seluruh perbankan sudah masuk ke era persaingan baru, yakni digital. "Tidak tahu kapan pluit garis start dibunyikan, tapi persaingan sudah dimulai. Semua bank saat ini berlomba di lintasan baru, yakni era digital,” ujarnya.
Atas dasar inilah, lanjut Piter, semua bank besar konvensional yang sudah mapan melakukan proses untuk membentuk bank digital. Bila tidak melakukan transformasi digital, maka bisnis mereka bisa jadi tidak relevan pada masa yang akan datang.
“Ada kemungkinan daftar bank terbesar di Indonesia akan berubah di masa depan. Bisa jadi bukan bank 10 besar saat ini,” ujarnya.
Piter menambahkan ada satu bank digital yang sudah lebih dulu membangun ekosistem kuat, yakni Bank Jago (ARTO). Strategi ini, tuturnya, membuat Bank Jago telah berlari lebih dulu, sementara bank lain masih di garis start.
“Saya selalu mengatakan, kalau ada lintasan balapan baru, Bank Jago ini sudah balapan duluan karena dia membangun ekosistem digitalnya lebih dulu,” ujar Piter.
Ekosistem Bank Jago tersebut tersebar di sektor transportasi, institusi keuangan dan sistem pembayaran, perdagangan, pasar modal dan investasi hingga hiburan.
“Sebenarnya ekosistem ini masih bisa dikembangkan lebih besar lagi, Tinggal sejauh mana kesiapan bank tersebut untuk melakukan kolaborasi dengan ekosistem digital saat ini,” ujar Piter.
Akan tetapi bila melihat dari sisi capaian kinerja saat ini, bank digital masih memiliki pekerjaan rumah besar untuk mencetak laba. Profitabilitas bank digital masih jauh bila dibandingkan dengan bank konvensional di kelasnya.
Sebagai contoh, Bank Jago yang masuk kategori KBMI II dengan modal inti sebesar Rp7,6 triliun per Maret 2022, mencetak laba Rp18,94 miliar per kuartal I/2022. Capaian bank jauh di bawah rata-rata laba bersih KBMI II per Februari 2022, yakni Rp1,6 triliun.
Begitu pula dengan Allo Bank (BBHI), saingat terdekat Bank Jago. Bank digital besutan Chairul Tanjung ini mencetak laba bersih Rp75,01 miliar pada periode yang sama.
Sementara itu, dalam daftar 10 bank terbesar dari segi aset saat ini, OCBC NISP menjadi pencetak laba paling rendah dengan nilai Rp621 miliar per Maret 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel