Serapan Dana Mitigasi Iklim Minim, Sri Mulyani: Kalau Minta Rajin Banget

Bisnis.com,28 Jun 2022, 20:08 WIB
Penulis: Ni Luh Anggela
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memimpin pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (17/2/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/POOL

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, serapan anggaran mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (climate budget tagging) belum optimal alias minim.

Sebagai informasi, climate budget tagging ini dilakukan setiap tahun oleh Kementerian Keuangan dalam rangka mendukung agenda pemerintah mencapai target pengendalian perubahan iklim.

Sejak 2016, APBN secara konsisten mengalokasikan anggaran perubahan iklim, rata-rata senilai Rp96,78 triliun per tahun atau sekitar 4,1 persen dari APBN.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pada 2016 dianggarkan sebesar Rp72 triliun, namun yang terserap hanya Rp25 triliun. Di 2017 sebesar Rp95 triliun, yang terserap sebesar Rp85 triliun. Lalu 2018, alokasi anggaran naik menjadi Rp132 triliun, terserap hanya Rp126 triliun.

Di 2019 sebelum pandemi Covid-19, pemerintah menganggarkan Rp97 triliun dan terserap Rp83 triliun. Selanjutnya pada 2020, anggaran kementerian/lembaga dipotong lantaran digunakan untuk pandemi.

Lalu di 2021, anggaran kembali naik sebesar Rp104 triliun. Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak semua dana yang dialokasikan, dapat terserap seluruhnya.

"Jadi Menteri Keuangan juga mikir, kalau minta rajin banget tapi kalau pas makai nggak sampai di finish line gitu," kata Sri Mulyani dalam Kongres Kehutanan Indonesia VII, Selasa (28/6/2022).

Masih berdasarkan data dari bendahara negara, dari 2016 hingga 2021 terjadi perubahan alokasi. Jika di 2016 hingga 2018 anggaran tadinya didominasi oleh mitigasi perubahan iklim, masing-masing 95,58 persen dan 72, 39 persen.

Memasuki 2019 hingga 2021 porsi mitigasi semakin menurun sementara porsi adaptasi meningkat. Bahkan di 2021, porsi mitigasi hanya 11,80 persen sementara adaptasi mencapai 89,04 persen.

Melihat hal itu, Bendahara negara mempertanyakan kepada Kementerian LHK apakah strategi perubahan iklim akan berubah dengan mengutamakan adaptasi atau mitigasi.

"Ini apakah strateginya mau seperti itu atau  ahli-ahli di sini yang mestinya lebih paham. Apakah kita ingin komposisi antara mitigasi dan adaptasi seperti yang ingin kita lakukan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Wahyu Arifin
Terkini