Kredit Macet Perbankan Merangkak Naik ke 3,04 Persen

Bisnis.com,29 Jun 2022, 19:09 WIB
Penulis: Leo Dwi Jatmiko
Petugas menyusun tumpukan uang di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (23/6/2022). OJK mencatat NPL perbankan berada pada level 3,04 persen per Mei 2022./ANTARA FOTO - Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan kredit macet perbankan per Mei 2022 berada pada level 3,04 persen. Nilai ini mendaki 0,04 persen dari bulan sebelumnya sebesar 3 persen. 

Dalam siaran pers yang diterbitkan OJK, Rabu (29/6/2022), profil risiko lembaga jasa keuangan pada Mei 2022 masih terjaga dengan rasio NPL net perbankan tercatat 0,85 persen dan NPL gross pada angka 3,04 persen.Berbanding 0,83 persen dan 3 persen pada bulan sebelumnya. 

Sementara itu rasio NPF perusahaan Pembiayaan tercatat 2,8 persen. OJK juga menyampaikan nilai restrukturisasi kredit Covid-19 makin mengecil pada Mei 2022 menjadi Rp596,25 triliun, turun dari April 2022 yang sebesar Rp 606,39 triliun.

Jumlah debitur restrukturisasi Covid-19 juga menurun dari 3,26 juta debitur pada April 2022 menjadi 3,13 juta debitur pada Mei 2022.

Dari sisi likuiditas, kondisi likuiditas industri perbankan pada Mei 2022 masih berada pada level yang memadai. Hal tersebut terlihat dari rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit dan Alat Likuid/DPK masing-masing 137,14 persen dan 30,80 persen.

“Terjaga di atas ambang batas ketentuan masing-masing pada level 50 persen dan 10 persen,” tulis pernyataan resmi.

Dari sisi permodalan, industri perbankan mencatatkan peningkatan CAR menjadi 24,74 persen.

Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK hari ini menyebutkan fungsi intermediasi perbankan pada Mei 2022 tercatat meningkat, dengan kredit tumbuh  9,03 persen yoy didorong peningkatan pada kredit UMKM dan ritel.

Mayoritas sektor utama kredit mencatatkan kenaikan dengan kenaikan terbesar pada sektor manufaktur sebesar 12,4 persen mtm dan sektor perdagangan 12,1 persen mtm. 


RDKB juga mencatat perekonomian global masih menghadapi tingkat inflasi yang persisten tinggi karena tekanan global supply chain akibat konflik Rusia-Ukraina dan lockdown di Tiongkok.

Tingginya inflasi global tersebut telah mendorong bank sentral utama dunia untuk melakukan normalisasi kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga pasar keuangan global kembali bergejolak. Dengan latar belakang tersebut, pertumbuhan perekonomian global 2022 diperkirakan akan melambat daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini