Bisnis.com, JAKARTA – Derasnya aliran pembiayaan secara sindikasi ke sektor energi dan industri sepanjang paruh pertama tahun ini diperkirakan berlanjut hingga akhir 2022. Sejumlah faktor menjadi alasan besarnya aliran pembiayaan perbankan ke dua sektor tersebut.
Berdasarkan data Bloomberg sampai dengan Selasa (28/6/2022), total pembiayaan oleh bank dan lembaga keuangan secara sindikasi mencapai US$4,78 miliar atau turun sekitar 55 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dari jumlah tersebut, penyaluran kredit sindikasi mengalir deras ke sektor energi dengan realisasi US$1,79 miliar atau 37,8 persen dari total kredit. Sementara itu, sektor industri meraih porsi 32,78 persen dari keseluruhan sindikasi atau senilai US$1,55 miliar.
Selanjutnya, sektor consumer staples tercatat mendapatkan aliran kredit sindikasi sebesar US$443,56 juta. Disusul sektor bahan baku mencapai US$405,53 juta, sektor finansial US$300 juta, dan komunikasi US$250 juta.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menuturkan bahwa derasnya aliran pembiayaan ke sektor energi dan industri terkerek oleh baiknya kinerja keuangan dan prospek bisnis dari dua sektor tersebut.
Menurutnya, sektor energi terdongkrak tren kenaikan harga energi dan komoditas. Sementara untuk sektor industri, dengan adanya inflasi memberi dampak pada kenaikan harga jual produk.
“Sehingga kedua sektor industri tersebut masih dapat membukukan kinerja keuangan yang bagus ke depannya. Itulah yang mendorong perbankan untuk meningkatkan porsi pembiayaan ke dua sektor tersebut,” ujar Trioksa kepada Bisnis, Rabu (29/6/2022).
Trioksa menilai dalam jangka pendek dan di tengah gejolak perang di Eropa Timur, yang berdampak pada embargo energi, telah membuat harga komoditas serta energi naik. Namun, di sisi lain, inflasi sejauh ini masih menjadi ancaman.
“Sampai akhir tahun ini, tren tersebut masih berlanjut terutama disebabkan adanya ancaman inflasi yang tinggi pada negara-negara maju dan berkembang,” pungkasnya.
Adapun, komposisi pembiayaan tahun ini cukup berbeda dibandingkan paruh pertama 2021. Tahun lalu, sektor utilitas meraih pembiayaan sindikasi terbesar dengan raihan US$2,73 miliar. Adapun, sektor energi berada di posisi ke-6 dengan kucuran sekitar US$1 miliar.
Di sisi lain, sepanjang paruh pertama 2022, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. atau BMRI memimpin total pembiayaan yang disalurkan secara sindikasi dengan raihan US$767,72 juta. Realisasi ini membuat BMRI merengkuh table share sebesar 36,52 persen.
Sementara itu, di peringkat kedua ada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) kemudian disusul Mitsubishi UFJ Financial Group. Selama 6 bulan pertama 2022, BNI telah menjalin 2 kesepakatan kredit sindikasi dengan nilai alokasi mencapai US$276,15 juta.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha mengaku optimistis capaian kredit sindikasi pada tahun ini mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan dua tahun terakhir. Meskipun, inflasi dan krisis global membayangi optimisme tersebut.
Menurutnya, kondisi perang Rusia-Ukraina dan kondisi inflasi di Amerika Serikat menjadi tantangan besar dalam penyaluran pembiayaan sindikasi sepanjang 2022.
“Dengan melihat kondisi perang Rusia-Ukraina dan kondisi inflasi di Amerika Serikat serta peningkatan suku bunga FED memberikan tantangan dalam pembiayaan valuta asing,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel