Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) Haru Koesmahargyo menyampaikan urgensi penambahan modal melalui penerbitan saham baru atau rights issue perseroan dari sisi internal maupun eksternal.
Dia menjelaskan pada awalnya perseroan mengajukan proposal penambahan modal baru kepada Kementerian BUMN sebesar Rp5 triliun. Kemudian yang disepakati dengan pemerintah adalah Rp4,9 triliun.
Kementerian BUMN sebagai pemegang saham pengendali (PSP), memilki hak untuk memesan 60 persen saham baru BBTN. Artinya sebanyak Rp2,98 triliun dari nilai saham baru yang hendak diterbitkan berasal dari penyertaan modal negara (PMN) dan sisanya atau Rp1,98 triliun menjadi hak publik.
Haru mengungkapkan ada 4 sisi eksternal yang menjadi urgensi kebutuhan tambahan modal. Pertama, BTN melihat rasio kredit pemilikan rumah (KPR) terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih reatif rendah, yaitu 3 persen. Dia menyampaikan angka itu lebih rendah jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya yang berada di atas 5 persen.
“Kita tahu kalau sektor perumahan mempunyai kontribusi yang cukup tinggi dan berpengaruh terhadap 174 subsektor industri yang lain dan cukup tangguh kala di masa Covid-19 masih tumbuh secara positif,” kata Haru dalam Rapat Komisi VI DPR, Kamis (30/6/2022).
Kedua, kebutuhan rumah sangat tinggi, terutama untuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dalam catatan, dia mengungkapkan terdapat 12,75 juta backlog perumahan dari 61,7 persen keluarga menghuni rumah tidak layak.
Tak hanya itu, terdapat 700.000–800.000 pertumbuhan keluarga baru per tahun yang membutuhkan rumah. Itu menegaskan bahwa kebutuhan rumah sangat tinggi.
Ketiga, adanya pertumbuhan kelas menengah dan tren urbanisasi. Dia mengatakan lebih dari 60 juta jiwa proyeksi tambahan kelas menengah baru pada 2030 dan diproyeksikan 66 persen penduduk akan menghuni perkotaan pada 2035.
Keempat, adanya target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di bidang perumahan. Haru menyampaikan pemerintah memiliki perhatian besar untuk mengembangkan sektor perumahan terutama di segmen MBR.
Adapun, pemerintah menargetkan rasio KPR terhadap PDB Indonesia naik menjadi 4 persen pada 2024, diikuti dengan 70 persen keluarga menghuni rumah layak, dan subsidi perumahan 1,5 juta unit pada 2020-2024.
“Tujuan dari penambahan modal itu adalah memperkuat struktur permodalan, dengan modal yang lebih kuat, maka jumlah pembiayaan khususnya perumahan MBR akan menjadi lebih banyak sesuai dengan target RPJMN,” ungkapnya.
Dari sisi internal, pertama, BTN melihat urgensi menerbitkan saham baru adalah struktur permodalan atau rasio CAR yang dimiliki perseroan merupakan yang paling rendah, yaitu 19,1 persen di antara bank besar di kelasnya. Haru menyatakan penambahan modal melalui PMN dan rights issue akan memperkuat struktur permodalan dengan menjaga rasio CAR Tier 1 modal inti minimal 15,25 persen, guna memenuhi aturan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Saat ini untuk memenuhi ketentuan tersebut, BTN menggunakan modal Tier 2 yang dihitung dalam permodalan namun akan diamortisasi secara bertahap setiap tahun,” ujarnya.
Kedua, rencana penggunaan dana yang didapat dari PMN dan rights issue akan digunakan sepenuh ya untuk penyaluran kredit, khususnya untuk menyukseskan program Perumahan Nasional.
Ketiga, penambahan modal ini akan meningkatkan kapasitas Bank BTN dalam mendukung pengembangan bisnis berbasis ekosistem perumahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel