Bisnis.com, JAKARTA — Melesatnya penyaluran kredit ke sektor pertambangan, termasuk batu bara, perlu dilihat sebagai hal yang wajar di tengah kondisi krisis energi akibat perang Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan.
Pengamat Ekonomi Perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto menilai tingginya penyaluran kredit perbankan ke sektor pertambangan dan batu bara merupakan hal yang lumrah. Saat ini dunia sedang menghadapi situasi extraordinary, di mana suplai komoditas tersendat akibat perang Rusia-Ukraina.
Keterbatasan suplai komoditas ini menyebabkan sejumlah negara mengalami krisis energi karena bahan baku minim. Untuk bisa menghidupkan energi dan bertahan, dengan kondisi bahan baku yang terbatas, sejumlah negara memilih bersikap pragmatis dengan kembali ke energi fosil seperti batu bara.
“Pragmatis. Kalau tidak seperti itu bagaimana? mau hidup dalam kegelapan? ini kembali pada situasi extraordinary. Ketika ada jurang di depan, maka cari yang tidak ada jurang,” kata Doddy, Kamis (30/6/2022).
Dia mengatakan bersikap fleksibel merupakan hal yang wajar selama ada nilai yang tetap dipegang oleh sebuah perusahaan. Dengan kembali ke energi fosil, kredit yang disalurkan perbankan pun ke sektor pertambangan dan penggalian melesat.
Adapun mengenai tren ke depan pembiayaan ke sektor pertambangan dan penggalian, Doddy belum dapat memberitahu sebab tren pertumbuhan tersebut terkait dengan kondisi perang Ukraina-Rusia. Belum ada yang mengetahui kapan perang tersebut akan berakhir.
“Jadi selama kondisinya perang, ya seperti ini [kredit pertambangan tumbuh] namun saat kondisinya normal, semua akan kembali ke jalur SDG, yang berkelanjutan,” kata Doddy.
Sekadar informasi, merujuk laporan Bank Indonesia, pertumbuhan kredit investasi di sektor pertambangan melambat dari 67,3 persen yoy pada April 2022, menjadi 57,9 persen yoy pada Mei 2022. Sementara itu pertumbuhan kredit modal kerja melambat dari 42,5 persen yoy, menjadi 38,9 persen yoy pada Mei 2022.
Data BI juga mengungkapkan meski mengalami perlambatan, pertumbuhan kredit ke sektor pertambangan dan penggalian, baik kredit investasi maupun modal kerja, adalah pertumbuhan tertinggi pada Mei 2022 dibandingkan dengan pertumbuhan kredit ke sektor lainnya.
Pada perkembangan lain, dilansir dari Bloomberg, negara barat bersepakat membatalkan komitmen penyetopan pembiayaan proyek bahan bakar fosil, menyusul krisis energi akibat perang Rusia di Ukraina. Pada akhirnya, para anggota Group of 7 (G7) menyepakati sebuah kompromi untuk membatalkan komitmen penyetopan pembiayaan bahan bakar fosil.
Para pemimpin juga gagal menetapkan tenggat untuk menghentikan penggunaan batu bara yang harganya kini kian memanas karena lonjakan permintaan dimana-mana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel